REPUBLIKA.CO.ID, Demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa dan pelajar sepekan terakhir untuk menolak beragam rancangan undang-undang (RUU) dan pengesahan UU KPK berbuntut panjang. Para pelajar yang terlibat demo berujung kerusuhan terancam sanksi dari pemerintah daerah dan kepolisian.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mencabut hak penerimaan program bantuan pendidikan Kartu Jakarta Pintar (KJP) bagi pelajar yang mengikuti demonstrasi di sekitar Gedung DPR dan terbukti melakukan tindakan kriminal. Sementara di Gowa, Sulawesi Selatan, belasan pelajar terlibat demonstrasi juga terancam tak bisa mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)
"Kalau dia kriminal bisa pemberhentian KJP-nya. Tapi kalau sifatnya ikut-ikutan, kena sanksi dari Kepolisian, kita nasihati dan KJP-nya tetap jalan," kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Ratiyono di Jakarta, Selasa (1/10).
KJP merupakan program DKI untuk membiayai pelajar yang kurang mampu agar bisa mengenyam pendidikan hingga tamat SMA/SMK. Program ini didanai dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta.
Ratiyono memastikan, pihaknya tidak akan memberhentikan KJP begitu saja. Namun, mempertimbangkan sisi ekonomi keluarga pelajar tersebut.
"Kalau dihentikan, udah miskin ya ikut-ikutan rusak masa depannya, tapi tetap diingatkan 'kamu udah miskin jangan ikut-ikutan'," ujar Ratiyono.
Saat ini, kata Ratiyono, Pemprov DKI selalu memeriksa data para pelajar yang turut tertangkap saat demo. Pmeprov DKI pun selalu berkomunikasi dengan Polda Metro Jaya agar lebih mudah melakukan tindak lanjut terhadap pelajar tersebut.
"Setelah setiap kejadian ketika ada informasi, ada yang di Polda, pasti kami utus pejabat kami yang merapat ke Ditkrimum minta data, nanti kita cek dari SMA atau SMK mana," tuturnya.
Gubernur DKI Anies Baswedan telah memerintahkan seluruh SMA/SMK di Jakarta menerapkan absensi pagi dan siang, mulai Senin (30/9). Penerapan absensi dilakukan demi mengantisipasi pelajar yang ingin melakukan unjuk rasa di depan gedung DPR RI.
"Mulai hari ini semua sekolah di Jakarta menerapkan absensi pagi-siang. Jadi kami ingin memastikan bahwa setiap anak menjalankan kegiatan belajar-mengajar hingga tuntas di sekolahnya," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Senin (30/9).
Anies menyebutkan, seluruh kepala sekolah bertanggung jawab untuk memastikan peserta didik mengikuti pelajaran hingga tuntas. Peserta didik merupakan tanggung jawab bersama pihak sekolah dan orang tua murid.
"Karena anak adalah peserta didik yang harus dikelola bersama-sama antara orang tua dan sekolah. Jadi itu kenapa ada absensi pagi dan siang," kata Anies.
Massa aksi pelajar STM memenuhi kawasan Flyover Slipi, Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Di Makassar, LBH Pers mengkritik sanksi penjegalan pengurusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kepada 17 pelajar di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yang ikut berdemonstrasi menolak sejumlah kontroversi rancangan undang-undang dan revisi Undang-Undang KPK. Sanksi itu dinilai keliru.
"Saya pikir itu keliru, dan perbuatan semena-mena, jika alasannya karena ikut demonstrasi, maka patut dipertanyakan apa dasar hukumnya? Demonstrasi itu hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi sehingga tidak ada alasan polisi untuk tidak diberikan dan itu jelas terkesan intimidasi," ujar staf LBH Pers Makassar Firmansyah di Makassar, Selasa (1/10).
Menurut dia, langkah yang dilakukan Polres Gowa adalah pelanggaran terhadap undang-undang. Sebab, hak berekspresi untuk menyatakan pendapat dan pikiran dijamin oleh konstitusi.
Justru, kata Firman, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 mengamanahkan menjamin hak setiap orang untuk menyatakan pendapat dan pikiran dan bukan malah melarangnya. "Sikap kepolisian terhadap siswa tersebut dengan mengancam tidak memberikan SKCK kepada siswa tersebut ucapan yang aneh," ucap Firman.
Anggota tim hukum LBH Pers lainnya, Kadir Wokanubun menambahkan penyampaian pendapat dan berekspresi adalah hak asasi setiap warga negara. Hak asasi tersebut melekat pada setiap warga negara termasuk anggota kepolisian jika merasa hak-haknya dilanggar, dalam konteks hak sipil politik maupun hak ekosob secara luas.
"Respons Kapolres Gowa terhadap adanya penyampaian aspirasi 17 siswa SMA di antaranya yang kemudian dicatat dalam catatan kriminal kepolisian dan dianggap tidak berhak menerima SKCK merupakan tindakan yang keliru, irasional dan kedangkalan dalam mengambil keputusan," ucap Kadir.
Dia menilai, langkah menghukum 17 anak muda tersebut memiliki catatan kriminal karena ikut aksi adalah tindakan yang tidak bisa diterima secara hukum. "Apa yang mereka lakukan itu, bukanlah sebuah kejahatan, mereka ikut tergerak karena melihat kondisi negara yang saat ini sedang labil dan situasional," kata Kadir.
Sebelumnya, Kapolres Gowa AKBP Shinto Silitonga menegaskan, pihaknya akan memberikan sanksi terhadap para pelajar yang terlibat demo. Pihaknya juga akan dengan memasukkan nama-nama mereka dalam Sistem Catatan Kepolisian.
“Apa yang telah dilakukan para pelajar ini merupakan sebuah pelanggaran, khususnya dalam Undang Undang nomor 9 tahun 1998. Maka dari itu, kami akan memasukkan nama-nama mereka dalam Sistem Catatan Kepolisian, sehingga nantinya mereka tidak akan dapat menerima SKCK," kata Shinto.
Shinto mengatakan, SKCK adalah produk negara mengenai riwayat tindakan kriminal yang diperlukan setiap orang untuk melanjutkan pendidikan maupun melamar pekerjaan. Kapolres pun berharap kepada para pelajar khususnya mereka berada di wilayah Kabupaten Gowa agar tidak mudah terhasut dan terprovokasi akan isu-isu yang berkembang untuk ikut aksi unjuk rasa.
"Tugas pelajar adalah untuk belajar agar dapat menggapai cita-cita setinggi-tingginya, bukan untuk ikut-ikutan aksi unjuk rasa," kata Shinto.