Ahad 06 Oct 2019 20:00 WIB

Publik Nilai Demo Bukan untuk Gagalkan Pelantikan Presiden

LSI menggelar survei terkait opini publik terhadap demo mahasiswa.

Red: Andri Saubani
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyampaian temuan survei terkait perppu UU KPK dan gerakan mahasiswa di mata publik, Jakarta, Ahad (6/10).
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyampaian temuan survei terkait perppu UU KPK dan gerakan mahasiswa di mata publik, Jakarta, Ahad (6/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan, bahwa publik menilai aksi demonstrasi mahasiswa tidak bertujuan menggagalkan rencana pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Publik juga menilai, demo mahasiswa tidak ditunggangi.

"Sebagian besar masyarakat menilai demonstrasi mahasiswa itu lebih banyak menyangkut aspirasi soal-soal yang sesuai dengan yang dituntut, yaitu menentang revisi undang-undang KPK, kemudian menentang atau meminta penundaan beberapa RUU lain," kata Direktur LSI Djayadi Hanan, di Jakarta, Ahad (6/10).

Baca Juga

Meskipun publik menilai demonstrasi mahasiswa murni menyalurkan aspirasi terkait UU KPK, tetapi menurut Djayadi, masyarakat juga mengetahui aksi demonstrasi beberapa waktu lalu juga memuat sejumlah agenda lain. Seperti, tujuan menggagalkan pelantikan Presiden, yang rencananya pada 20 Oktober 2019.

"Tapi itu bukan dari arus besar, bukan dari demonstrasi besar mahasiswa yang terjadi beberapa waktu belakangan," kata dia.

Kemudian, hasil survei juga menunjukkan publik mendukung demonstrasi mahasiswa dengan tuntutan yang disebut publik dengan tuntutan absah legitimatebukan untuk menggagalkan pelantikan Presiden. "Bukan untuk sekadar anti kepada pemerintah tapi ada kepedulian kekecewaan yang memang betul-betul rill terutama revisi undang-undang KPK," kata dia.

Publik juga mendukung tuntutan dari demonstrasi mahasiswa mengenai revisi undang-undang KPK karena menganggap UU KPK yang direvisi DPR melemahkan lembaga antikorupsi tersebut. "Temuan survei juga menunjukkan publik menginginkan Presiden melakukan tindakan yang tegas dan tepat, yaitu Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk membatalkan atau merevisi kembali dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden," ujarnya.

Lembaga Survei Indonesia melakukan survei telepon nasional pada 4-5 Oktober 2019 dengan jumlah responden sebanyak 17.425 orang. Tujuan dari survei untuk melihat sikap publik terhadap kontroversi UU KPK dan penilaian masyarakat terhadap aksi demonstrasi mahasiswa.

LSI mendapatkan data sebanyak sebanyak 60,7 persen publik mendukung demonstrasi mahasiswa menentang UU KPK, sementara yang menolak hanya 5,9 persen saja. Survei tersebut juga memperoleh data sebanyak 76,3 persen publik mendukung Presiden menerbitkan Perppu KPK.

Kemudian, publik meyakini kalau Undang-Undang KPK hasil revisi merupakan tindakan pelemahan. Jumlah responden yang percaya mencapai sebanyak 70,9 persen, sedangkan yang yakin UU KPK sebagai penguatan hanya 18 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement