Selasa 08 Oct 2019 16:21 WIB

Perludem Usul Pilkada Gunakan APBN

KPU menjadi pengendali biaya pilkada.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Kampanye Pilkada
Foto: Foto : MgRol_93
Ilustrasi Kampanye Pilkada

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) merekomendasikan agar penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Permasalahan penganggaran pilkada yang terus berulang dinilai karena bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga tak satu kendali.

"Belajar dari tersendat dan terhambatnya penganggaran pilkada, ke depan harus kita seriusi agar penganggaran pilkada itu bersumber dari APBN," ujar Titi saat ditemui wartawan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (8/10).

Ia menjelaskan, penyelenggaraan pemilihan umum baik legislatif maupun presiden penganggaran dibiayai APBN sehingga kendalinya satu pintu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Sementara, untuk Pilkada 2020 ini ada 270 daerah yang melaksanakan pilkada maka ada 270 kendali dalam merealisasikan anggaran.

Selain itu, penganggaran oleh pemerintah daerah untuk pilkada juga bergantung pada kondisi politik lokal. Setidaknya ada tiga pihak yang terlibat yakni DPRD, kepala daerah, dan penyelenggara pemilihan baik KPU maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Jadi kalau ada kepentingan dari petahana (kepala daerah) itu sangat berdampak pada proses pencairan atau penganggaran (dana pilkada)," jelas Titi.

Ia melanjutkan, harus diakui bahwa pemerintah kurang tanggap dalam memastikan proses penganggaran ini bisa berjalan sesuai waktu. Seharusnya, jika pemerintah tanggap sudah menyiapkan langkah-langkah yang harus dilakukan sejak awal.

Di sisi lain, kata Titi, segala permasalahan khusus untuk Pilkada 2020 merupakan konsekuensi karena waktunya berdekatan dengan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Sebab, konsentrasi, perhatian, dan energi fokus terhadap pemilihan legislatif dan pemilihan presiden pada 2019 lalu.

Padahal, tahapan Pilkada 2020 sudah dimulai sejak 2019. Sementara, rangkaian Pemilu 2019 baru berakhir saat Presiden dan Wakil Presiden terpilih resmi dilantik pada 20 Oktober 2019 nanti.

"Berdekatan saja kita tidak fokus dalam persiapan penganggaran, apalagi dalam setahun. Ini jadi refleksi bahwa pilkada tidak boleh dalam durasi yang sangat dekat dengan pileg dan pilpres. Usulan  kami konsisten berjarak paling sedikit dua sampai 2,5 tahun atau 30 bulan," jelas Titi.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement