REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW bersabda, ''Sesungguhnya Allah ta'ala Mahabaik, maka berbuat baiklah kamu sekalian.'' (HR Ibnu Abi Ashim).
Kehidupan dunia adalah salah satu tempat persinggahan. Kehidupan dunia adalah salah satu rangkaian episode yang dijalani dan akan dilewati. Kehidupan dunia ibarat tempat menanam yang akan dipanen buahnya di kehidupan akhirat kelak.
Bila kita menanam amal baik, maka buah yang akan dipanen pun akan baik pula. Begitu sebaliknya, jika amal buruk yang kita semai, maka buah keburukan yang akan kita dapatkan.
Islam mengajarkan bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara, ada kehidupan akhirat yang khairu wa abqa' (lebih baik dan lebih kekal) yang akan dijalani setelah kehidupan dunia usai. Untuk itu, Islam mengajarkan agar umat memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Mengisi waktu dengan amalan ketaatan, sehingga bisa menuai keberkahan nantinya.
Jika tahun diibaratkan dengan pohon. Sedangkan bulan adalah cabangnya, hari adalah dahannya, jam adalah daunnya dan amal perbuatan adalah buahnya. Maka, barangsiapa yang menanam ketaatan, maka yang tumbuh adalah ketaatan dengan buah-buahnya yang manis. Akan tetapi, barang siapa yang menanam kemaksiatan dan dosa, maka yang tumbuh adalah pohon dengan buahnya yang pahit dan menjijikkan.
Telah bersabda Rasulullah SAW, ''Orang yang piawai yang menguasai nafsunya dan beramal untuk masa sesudah mati, sedangkan orang yang dungu ialah yang melepaskan kendali nafsunya dan selalu berangan-angan kosong terhadap Allah.'' (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Jika kita menginginkan buah yang manis dengan bentuknya yang indah kelak di akhirat, maka mulai saat ini, marilah kita tanam pohon ketaatan, dengan mengisi waktu yang kita miliki dengan hal-hal yang bermanfaat dan bernilai ibadah.
Dalam kehidupan dunia, kita diibaratkan perahu kokoh yang sanggup menahan beban, terbuat dari kayu terbaik di dunia, dengan layar gagah menantang angin. Kesejatian kita adalah berlayar mengarungi samudra, menembus badai, dan menemukan pantai harapan. Sehebat apa pun perahu diciptakan, tak ada gunanya bila hanya tertambat di dermaga.
Yang memisahkan perahu dengan pantai harapan adalah topan badai, gelombang, dan batu karang. Yang memisahkan kita dengan keberhasilan adalah masalah yang menantang. Yang memisahkan kita dengan buah yang manis adalah kemauan berkorban dengan menanam amal kebajikan.
Di situlah tanda kesetiaan teruji. Hakikat perahu adalah berlayar menembus segala rintangan. Hakikat diri kita adalah berkarya menemukan kebahagiaan. Hakikat hidup kita adalah beramal menebar kebaikan. Marilah kita menanam amal kebaikan untuk kita panen di kampung akhirat kelak. n