REPUBLIKA.CO.ID, QUITO -- Unjuk rasa yang terjadi di Ekuador membuat pemerintah menangguhkan sebagian besar pengiriman minyak mentah. Keadaan itu membuat perekonomian negara semakin jatuh setelah satu pekan terjadi unjuk rasa atas pencabutan subsidi bahan bakar.
Kementerian Energi Ekuador mengumumkan, akan menutup salah satu dari dua pipa minyak domestik negara. Hal itu akan menangguhkan dua pertiga dari distribusi minyak mentahnya.
"Karena penutupan ini, kami sedang menganalisis kemungkinan mendeklarasikan kondisi memaksa," ujar keterangan Kementerian Energi merujuk pada sebuah mekanisme untuk menghindari negara terkena penalti karena menunda pengiriman minyak mentah.
Para pengunjuk rasa menyita tiga fasilitas minyak di Amazon awal pekan ini. Ekuador pun telah menyatakan keluar dari kartel minyak internasional OPEC dengan alasan kendala ekonomi pekan lalu. Negara itu menghasilkan lebih dari 500 ribu barel per hari (bph) yang bernilai sekitar 4,6 miliar dolar AS dalam ekspor dalam enam bulan pertama tahun ini.
Tapi, penutupan pada Rabu (9/10) menyumbang pemotongan hingga 68 persen dari produksi minyaknya. Proses itu telah membuat kerugian biaya 12,8 juta dolar AS akibat kehilangan produksi hingga saat ini.
Demonstrasi di Ekuador pecah setelah kenaikan harga bahan bakar hingga 120 persen mulai berlaku pada 3 Oktober. Selama unjuk rasa terjadi, Pemerintah Ekuador menyatakan, satu warga sipil meninggal dan 77 orang terluka, sebagian besar dari mereka merupakan pasukan keamanan. Sebelum protes pada Rabu, 477 orang telah ditahan.
Pemerintah Presiden Lenin Moreno telah mengadakan pembicaraan dengan kelompok-kelompok protes untuk menyelesaikan unjuk rasa. Hanya saja, demonstran tetap melakukan protesnya pada Rabu hingga berakhir dengan bentrok.
Kekerasan pecah ketika ribuan orang yang mewakili kelompok-kelompok pribumi, petani, pelajar, dan serikat buruh berbaris di sebuah lapangan di pusat bersejarah Quito dekat markas pemerintah. Mereka mengenakan topeng dan melemparkan bom molotov dan batu. Gas air mata dan kabut asap hitam dari ban yang terbakar memenuhi udara situs warisan dunia UNESCO di kota itu. Beberapa orang terluka dalam bentrokan itu.
Para pemrotes menuntut agar Moreno mengembalikan subsidi bahan bakar yang dibatalkan setelah pinjaman senilai 4,2 miliar dolar AS disepakati dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Hanya saja, Moreno menolak tuntutan tersebut.