REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Legislator dari kalangan milenial, anggota DPR-RI Dyah Roro Esti Widya Putri menjadi pembicara dalam forum pemanasan global (global warming) di Pacific Energy Summit 2019, Tokyo, Jepang, Kamis (10/10). Dalam forum internasional tersebut, perempuan yang disapa Esti ini menjadi pembicara pada panel bersama Mark Thurber dari Stanford University, Courtney Weatherby dari Stimson Center, dan Se Hyun Ahn dari University of Seoul.
Perempuan kelahiran 1993 ini dalam rilisnya di Jakarta, Sabtu (12/10) mengatakan Indonesia sudah menunjukkan komitmennya untuk mengatasi ancaman pemanasan global yang tertuang dalam Paris Agreement (Perjanjian Paris) 2015. Menurut dia, komitmen tersebut harus dilaksanakan secara konsisten dengan regulasi dan implementasi kebijakannya pun harus berkelanjutan.
"Implementasi Perjanjian Paris 2015 soal pemanasan global harus dilaksanakan secara konsisten. Indonesia sebagai salah satu negara yang aktif menandatangani Perjanjian Paris, saat ini sudah menunjukkan komitmennya secara serius. Ini sinyal yang baik untuk ke depannya," papar Anggota DPR RI periode 2019-2024 yang baru saja dilantik 1 Oktober lalu.
Politisi dari Partai Golkar tersebut juga menyebutkan bahwa dalam komitmennya, Indonesia mempunyai target penurunan emisi karbon sebesar 29 persen hingga 2030. Juga penurunan emisi karbon sebesar 41 persen dengan syarat adanya kontribusi asing. "Climate action merupakan aksi kepedulian terhadap masa depan generasi penerus bangsa dan Indonesia juga perlu mengedepankan sustainable development," kata Esti.
Ia mengatakan ancaman pemanasan global saat ini adalah nyata dan sudah saatnya seluruh pemangku kepentingan bergerak untuk melakukan tindakan positif untuk mengurangi emisi karbon dari sektor kehutanan yang LULUCF punya kontribusi besar serta sektor energi.
"Komitmen Pemerintah Indonesia dalam mendukung upaya global menjaga lingkungan yang salah satunya dengan menjaga kenaikan suhu di bawah dua derajat Celsius sejauh ini sangat kuat dan konsisten," jelas Dyah Roro Esti Widya Putri.
Indonesia secara konsisten dan berkelanjutan terlibat aktif bersama 189 negara lainnya dalam perubahan iklim yang mendorong upaya penurunan emisi global. Sektor kehutanan ditargetkan 17,2 persen dari 29 persen yang akan dicapai melalui pengurangan deforestasi dari 0,9 juta hektare per tahun pada 2010 menjadi 0,35 juta hektare per tahun pada 2030.
Selain itu, ditargetkan pemulihan dua juta hektare lahan gambut dan rehabilitasi dua juta hektare lahan terdegradasi pada 2030. Prioritas ketiga yakni peningkatan pengelolaan hutan produksi baik hutan alam dan hutan tanaman.
"Sudah saatnya untuk mengenalkan konsep carbon pricing, salah satunya memasukkan harga jual batubara ditambah dengan cost pemeliharaan lingkungan. Sehingga dengan demikian harga jual energi baru dan terbarukan bisa bersaing," ujarnya.