Senin 14 Oct 2019 13:14 WIB

Pertemuan Prabowo-Paloh dalam Pandangan Siti Zuhro

Pertemuan Surya Paloh dan Prabowo dinilai bukan win win solution untuk rakyat.

Rep: Febryan/ Red: Muhammad Hafil
Pertemuan Surya Paloh dan Prabowo Subianto, Ahad (13/10).
Foto: Nawir Arsyad / Republika
Pertemuan Surya Paloh dan Prabowo Subianto, Ahad (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik LIPI, Profesor Siti Zuhro menilai pertemuan antara Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, adalah bentuk win win solution lantaran terjadinya sejumlah dinamika politik elite pascapemilu. Namun, pertemuan itu dinilai bukanlah win win solution untuk rakyat.

"Menurut saya apa yang dilakukan Surya Paloh maupun pernyataan Irma Chaniago ,yang bilang Nasdem bakal jadi mitra koalisi yang kritis, itu adalah bentuk win win solution bagi dirinya dan partainya," kata Siti ketika dihubungi Republika dari Jakarta, Senin (14/10).

Baca Juga

Siti mengatakan, langkah itu terpaksa diambil Nasdem lantaran tak bisa lagi membendung kemunkinan masuknya Gerindra ke dalam koalisi pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin 2019-2024. Terlebih dengan memburuknya hubungan Surya Paloh dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Surya Paloh melakukan pertemuan tersebut karena tidak mungkin keluar dari Koalisi Jokowi-Amin, kan malah jadi rugi. Jadi Nasden ingin tetap dikolisi tapi juga mendeklarasikan diri menjadi koalisi kritis," papar Siti.

Sebelumnya, Ketua DPP Nasdem Irma Suryani Chaniago juga menyatakan bahwa partainya dalam periode kedua Jokowi akan menjadi mitra koalisi yang kritis. Hal itu disampaikan menyusul semakin menguatnya peluang Gerindra bergabung ke pemerintahan, sehingga fungsi check and balance dikhawatirkan tak akan berjalan optimal.

Sementara itu, pada Ahad (13/10) malam, Surya Paloh menerima kedatangan Prabowo di kediamannya. Usai pertemuan selama tiga jam itu, keduanya membuat tiga kesepakatan kerja sama. Namun Surya mengaku tak sama sekali membahas perihal kursi di kabinet Jokowi yang rencananya akan diumumkan usai pelantikan pada 20 Oktober mendatang.

"Dalam hal ini tentu petinggi partai berfikir win win solution-nya. Jadi win win solution bukan buat rakyat, tapi win win solution buat partai dan dirinya. Kalau win win solution untuk rakyat, kan harusnya tetap di posisi masing-masing sebagaimana saat pemilu," papar Siti.

Menurut Siti, realitas politik yang mengupayakan win win solution itu adalah bentuk politik, yang ia sebut sebagai, politik harmoni. Di mana adagium paling terknenal dalam dunia politik berlaku, yakni 'tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang abadi hanyalah kepentingan.'

Hal itu, kata Siti, sudah mulai terlihat dalam dinamika dan perubahan konfigurasi politik pasca-pemilu. Banyak terjadi perubahan dalam politik kepartaian dan politik elit. "Siapa berteman dengan siapa, siapa berhadapan dengan siapa, jadi berubah kan," kata Siti lagi.

Dengan terjadinya pertemuan antara dua elite itu, Siti pun memprediksi Partai Gerindra akan bergabung dalam pemerintahan Jokowi. Dan tentu Nasdem juga akan bertahan dalam koalisi pemerintahan. "Tapi, tidak ada yang tahu pasti seberapa banyak partai-partai ini akan mendapatkan kursi menteri," ucap Siti.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement