Selasa 15 Oct 2019 07:37 WIB

Rumah Lapis Dinilai Langgar Tata Ruang

Wilayah Kampung Akuarium masuk zona hijau dan zona pemerintahan.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Warga beraktifitas di Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (3/10/2019).
Foto: Republika
Warga beraktifitas di Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (3/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang akan membangun rumah lapis untuk warga Kampung Akuarium di lokasi yang telah digusur oleh gubernur DKI Jakarta era Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama kembali mendapat sorotan. Pasalnya, pembangunan rumah lapis di kawasan gusuran Kampung Akuarium dianggap telah melanggar aturan tata ruang (ATR).

Pengamat perkotaan, Nirwono Joga, mengatakan, lahan Kampung Akuarium tersebut merupakan jalur hijau dan kawasan cagar budaya sehingga tidak boleh ada permukiman. Hal ini yang menjadi alasan Ahok menggusur warga di perkampungan tersebut. Karena itu, menurut dia, tidak ada alasan bagi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membangun rumah lapis di sana.

Kalau Gubernur DKI Jakarta mau membangun kembali rumah lapis, ia menyebut hal itu jelas melanggar aturan tata ruang. "Wilayah Kampung Akuarium selama aturan tata ruangnya belum berubah, masih peruntukannya zona hijau, tetap tidak boleh berubah," kata Nirwono dalam diskusi "Kebijakan Publik dan Rasionalitas Warga Jakarta, Dua Tahun Pemerintahan Anies" di Populi Center, Jakarta, Senin (14/10).

Ia mengingatkan, seorang Gubernur DKI Jakarta siapa pun dia tetap harus mengikuti regulasi tata ruang Jakarta 2030 yang telah dibuat. Ia menyebut, Kampung Akuarium selama ATR-nya belum berubah masih merupakan zona hijau dan zona pemerintahan.

Artinya, tidak boleh ada permukiman satu pun, baik rumah lapis, rumah susun, maupun rumah tapak. Kemudian, kalaupun zona tersebut merupakan zona pemerintah, Nirwono menilai, tetap tidak boleh Pemerintah Provinsi DKI lantas memperuntukkan lahan tersebut sebagai permukiman.

Pasalnya, yang dimaksud dengan zona pemerintahan adalah bangunan yang boleh dibangun menjadi bangunan yang terkait dengan seluruh kegiatan pemerintahan. "Jadi, zona hijau dan pemerintahan ini harus jadi perhatian Gubernur Anies, jangan asal melanggar regulasi," ujar dia.

Siapa pun gubernurnya, ia mengatakan, sampai 2030 gubernur wajib mengikuti aturan yang berlaku. Kalaupun akan membuat kebijakan baru, gubernur tetap dan wajib mengikuti Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) atau aturan tata ruang DKI 2030. Selama itu diikuti, tidak akan ada polemik pada kemudian hari.

Hal senada disampaikan pakar kebijakan publik, Agus Pambagyo, yang menekankan bahwa siapa pun kepala daerahnya dan di mana pun dia menjabat tetap harus taat pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Terlebih, bila seorang kepala daerah tersebut merupakan gubernur di DKI Jakarta.

Menurut dia, jika hal tersebut sekadar janji politik tetapi berpotensi melanggar aturan dan regulasi, janji politik tersebut tidak wajib dijalankan. "Yang penting adalah evaluasi, apa yang sebetulnya dibutuhkan masyarakat, bukan sekadar kebijakan populis semata," kata dia.

Sebenarnya Agus mengapresiasi bila Anies ingin membangun banyak rumah susun atau rumah lapis layak bagi warga yang tidak mampu atau kurang beruntung. Pasalnya, menurut dia, lahan Jakarta yang sudah sangat terbatas tidak bisa lagi dibangun dengan model rumah tapak.

Namun, pembangunan rumah susun atau rumah lapis tersebut harus mengikuti aturan perundang-undangan yang ada. "Jangan buat kebijakan dulu dengan melanggar aturan, kemudian regulasinya disesuaikan. Tidak boleh begitu. Kalau begitu nanti akan memunculkan persoalan baru lagi di lapangan," kata dia menegaskan.

Sebelumnya, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah memastikan pembangunan rumah lapis bagi warga di Kampung Akuarium tidak melanggar Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR PZ).

"Itu bisa dibangun untuk permukiman saudara-saudara kita yang di Akuarium, pasti bisa. Kiri-kanannya sudah kita bangun selter, bentuknya letter C. Ada kelompok A, kelompok B, kelompok C," ujar Saefullah.

Ia mengakui memang sebelum pembangunan rumah lapis di Kampung Akuarium harus ada perbaikan perda. Ia menyebut Perda Tata Ruang akan diajukan untuk diubah sehingga pada 2020 bisa dievaluasi.

Saefullah menuturkan, berdasarkan peraturan zonasi, area Kampung Akuarium bukan termasuk zona hijau melainkan zona merah. Ia menilai zona ini masih bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Saefullah menekankan perlunya Perda Tata Ruang tersebut dievaluasi karena melihat kemanfaatan. "(Kampung) Akuarium peruntukannya itu sudah kami cek, itu warnanya merah, boleh digunakan untuk sarana pemerintah, dapat juga digunakan untuk kepentingan masyarakat," kata dia.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membangun kembali permukiman Kampung Aquarium, Penjaringan, Jakarta Utara, dengan model bangunan rumah. Rumah lapis yang akan dibangun sebanyak 142 unit rumah dengan tipe 27.

Pembangunan ulang Kampung Akuarium ini dimulai 2020 dan menjadi bagian dari penataan 21 kampung di Jakarta. Pemprov DKI Jakarta sebelumnya telah bekerja sama dengan Rujak Center for Urban Studies dan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) dalam program community action plan-nya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement