Selasa 15 Oct 2019 10:29 WIB

Menengok Rutinitas Warga di Shibam “Manhattan Gurun”

Sebagian penduduk Shibam masih mempertahankan pola hidup tradisional

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agung Sasongko
Shibam
Foto: Wikipedia.org
Shibam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebagian penduduk Shibam masih mempertahankan pola hidup tradisional, yakni keluarga besar harus menetap dalam satu menara. Namun, ada kalanya satu menara dihuni oleh sekitar 40 kepala keluarga. Dalam hal ini, ada pembagian yang unik untuk setiap lantai. Biasanya, hewan dan peralatan bertani diletakkan di lantai dasar. Sedangkan, lantai kedua difungsikan sebagai tempat penyimpanan makanan atau hasil bumi.

Anggota keluarga yang telah lanjut usia ditempatkan di lantai ketiga dan lantai empat digunakan sebagai ruang keluarga. Lantai kelima ditempati keluarga yang sudah memiliki anak dan keluarga baru yang belum memiliki anak akan menempati tingkat yang lebih tinggi.

Baca Juga

Untuk bersosialisasi, biasanya terdapat pintu internal yang menghubungkan hingga 10 rumah dengan jembatan dari atap ke atap. Jembatan ini juga menjadi jalur alternatif bagi penghuni yang tak kuat menapaki anak tangga. Hampir seluruh penduduk Shibam tidak punya mobil, baik untuk keperluan pribadi maupun usaha karena kondisi jalanan yang sangat sempit.

Sebagian besar warga Shibam bekerja sebagai petani atau pedagang. Ada pula yang mencari nafkah sebagai kuli panggul, mulai dari memanggul jerami hingga batu bata lumpur untuk keperluan konstruksi. Kehidupan yang serba terbatas ini mendorong pemuda-pemudi Shibam memilih merantau dan bekerja di negara tetangga. Banyak anak muda pergi. Shibam memang kota yang indah, tapi sulit untuk menghasilkan uang, kata Ali Abdullah (28 tahun) warga Shibam yang bekerja sebagai peternak kambing.

Jenis bangunan yang memerlukan perawatan khusus dan terus menerus, juga menjadi alasan bebe rapa orang memilih pergi dan mencari hunian yang lebih modern. Ratusan bangunan Shibam rentan terhadap angin, hujan, erosi panas, hingga rayap. Lapisan luar bangunan harus terus dilapisi lumpur baru dan batu kapur agar tidak retak atau runtuh.

Pada 2008 banyak fondasi bangunan di Shibam rusak parah akibat banjir. Sementara, serangan gencar dari Alqaidah pada 2009 membuat kehidupan di kota ber penghuni sekitar 7.000 jiwa ini nyaris lumpuh. Saya khawatir, kami akan menjadi generasi terakhir yang dapat hidup di sini dan menikmati keindahan Shibam, kata Ali, seperti dikutip laman theguardian.com, belum lama ini

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement