REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu meminta KPK tak perlu kepo atau gapil (suka mencampuri urusan orang lain) dengan penyusunan formasi kabinet oleh Presiden Joko Widodo untuk masa kerja 2019-2024. Masinton menilai, penyusunan kabinet menjadi hak prerogatif penuh presiden.
"Jadi, KPK tidak boleh kepo, tentang kabinet sekarang siapa yang akan disusun oleh Presiden," kata Masinton di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Rabu (16/10).
Masinton berpendapat, Jokowi tak perlu KPK untuk menelusuri rekam jejak menteri-menterinya. Menurut dia, Jokowi memiliki banyak instrumen untuk melakukan tracking terhadap calon-calon penghuni kabinet.
"Jadi, secara formal tidak ada masalah, kalau Presiden tidak melibatkan KPK dan PPATK," kata Masinton.
Situasi berbeda terjadi pada 2014, saat Jokowi meminta bantuan KPK untuk menelusuri rekam jejak calon menterinya. Saat itu, menurut Masinton, KPK mencoret delapan nama yang diajukan, sehingga Jokowi tak jadi memilih delapan nama tersebut.
Namun, kata dia, sampai sekarang delapan orang yang disebut bermasalah itu tidak diketahui. "Nah, mungkin presiden berangkat dari pengalaman itu, jadi jangan sampai KPK ini berubah fungsi menjadi komisi penghambat karier," kata Masinton menegaskan.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, Presiden Jokowi pada periode 2019-2024 tak lagi melibatkan KPK dalam menentukan menteri-menterinya. "Kami tidak diikutkan, tetapi kami berharap bahwa yang ditunjuk oleh presiden adalah orang-orang yang mempunyai track record yang bagus," kata Laode di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK RI, Jakarta, Senin (14/10)
Kendati demikian, KPK tetap berharap Jokowi dapat menunjuk orang-orang yang mempunyai rekam jejak bagus untuk mengisi posisi menteri dalam periode kedua pemerintahannya. Meski KPK tidak diikutkan dalam penentuan menteri kabinet baru, Laode mengatakan, KPK siap memberikan masukan jika dimintai bantuan untuk menelusuri rekam jejak calon menteri.