REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pemerintah Mesir menyambut sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) pada Turki sehubungan dengan operasi militer yang dilakukannya di Suriah.
"Mesir menyatakan kepuasannya dan menyambut posisi Presiden AS Donald Trump pada perkembangan itu, diwakili dalam penolakan Amerika terhadap serangan Turki yang sedang berlangsung di tanah Suriah serta pengenaan sanksi awal pada Pemerintah Turki," kata Kementerian Luar Negeri Mesir dalam sebuah pernyataan pada Kamis (17/10), dikutip laman Al Arabiya.
AS diketahui telah menjatuhkan sanksi terhadap Turki sebagai respons atas operasi militernya di Suriah. Trump memutuskan menunda perundingan kesepakatan dagang senilai 100 miliar dolar AS antara negaranya dan Turki.
Trump pun menaikkan kembali tarif baja sebesar 50 persen. Menteri pertahanan, energi, dan tiga orang pejabat tinggi Turki turut dikenakan sanksi. Trump menyatakan siap menghancurkan ekonomi Turki jika melanjutkan operasi militernya di Suriah.
Namun, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah menyatakan menolak mendeklarasikan gencatan senjata. Dia mengaku tak mengkhawatirkan sanksi yang diterima negaranya karena menggelar operasi militer di Suriah. Sebab, dia telah bertekad menumpas kelompok teror yang selama ini mengancam keamanan negaranya, terutama di wilayah perbatasan
“Mereka (negara-negara Barat) menekan kami untuk menghentikan operasi (militer), mengumumkan sanksi. Tujuan kami jelas. Kami tidak khawatir dengan sanksi apa pun,” ujar Erdogan.
Sejak pekan lalu, Turki membombardir kota-kota di timur laut Suriah. Dalam operasi yang diberi nama “Operation Peace Spring” itu Ankara hendak menumpas pasukan Kurdi yang menguasai wilayah perbatasan antara Turki dan Suriah.
Pasukan Demokratik Suriah (SDF) adalah pihak yang menjadi target militer Turki. SDF dikenal pula sebagai Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG). Mereka mengubah namanya menjadi SDF sejak bergabung dengan militer AS dalam memerangi milisi ISIS di Suriah.
Saat bergabung dalam misi memerangi ISIS, personel SDF mendapat pelatihan dari militer AS. Mereka pun disokong dengan senjata dan peralatan militer. Tindakan AS sempat diprotes oleh Turki.
Turki memandang YPG sebagai perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK), kelompok bersenjata Kurdi yang telah melancarkan pemberontakan di Turki tenggara selama lebih dari tiga dekade. Ankara telah melabeli YPG dan PKK sebagai kelompok teroris.