Jumat 18 Oct 2019 15:31 WIB

Kementan: RPHU Dorong Perubahan Distribusi Ayam

RPHU mengubah distribusi ayam yang tadinya dalam kondisi hidup menjadi karkas beku.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
 Peralatan yang dipasang saat pembangunan rumah potong hewan unggas (RPHU) di Juwana, Pati, Jawa Tengah, Kamis (1/6).
Foto: Republika/ Wihdan
Peralatan yang dipasang saat pembangunan rumah potong hewan unggas (RPHU) di Juwana, Pati, Jawa Tengah, Kamis (1/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mewajibkan perusahaan integrator perunggasan membangun Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU). Kehadiran RPHU akan mendorong perubahan distribusi ayam.

Direktur Pembibitan dan Produksi Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Sugiono, mengatakan RPHU mendorong perubahan distribusi ayam yang tadinya dalam kondisi hidup berubah menjadi karkas beku. Pola distribusi itu dibutuhkan terutama seperti wilayah DKI Jakarta. Manfaat yang didapatkan yakni potensi penyebaran bakteri lebih kecil karena dikirim dalam bentuk beku.

Baca Juga

"Kalau tidak kita paksa, orang (integrator) hanya mau main di pasar becek, akhirnya oversupply, harga jatuh, peternak demo lagi," tuturnya, Jumat (18/10).

Sebagaimana diketahui, kewajiban pembangunan RPHU dalam waktu tiga tahun bakal dituangkan dalam Revisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Penyediaan Peredaraan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Belum dipastikan, kapan revisi beleid itu diterbitkan dan mulai berlaku.

Sebagaimana diketahui, tata niaga komoditas ayam di Indonesia terjadi persaingan antara peternak dan integrator. Sebab, perusahaan integrator yang menyediakan pakan ternak unggas juga menjual anak ayam hidup ke pasar bebas.

Sementara, peternak mandiri yang menjual ayam ke pasar membeli bibit ayam atau day old chicken (DOC) dari para integrator berikut pakan yang dibutuhkan. Itu sebabnya, terjadi oversuplai di pasar sementara kendali harga lebih dipegang oleh perusahaan-perusahaan besar karena memiliki kekuatan stok.

Karenanya, pemerintah menganggap pembangunan RPHU dan cold storage bisa menjadi solusi untuk integrator agar tidak sekadar memasakan ayam hidup sehingga diharapkan fokus pada produk karkas. Di sisi lain, integrator juga diandalkan pemerintah sebagai penyeimbang harga di pasar.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) Achmad Dawami, mengatakan, kewajiban pembangunan dalam waktu tiga tahun tidak realistis. "Kalau RPHU asal punya saja, ya, bisa dibangun dalam waktu tiga tahun. Tapi asal punya," kata Dawami.

Ia mengaku telah menyampaikan aspirasi pengusaha kepada pemerintah. Namun, jika pemerintah tetap akan mengesahkan aturan tersebut, kemungkinan besar tidak semua integrator akan sanggup memenuhi. Ia pun meminta Kementan untuk membuat kebijakan yang berwibawa agar dikemudian hari tidak menimbulkan masalah baru.  

Presiden Direktur Charoen Phokpand, Thomas Effendy, sebelumnya juga mengaku sulit membangun RPHU sesuai kapasitas produksinya dalam waktu tiga tahun. Pada Juli lalu, produksi anak ayam dari Charoen Phokpand mencapai 90.219.980 ekor. Pada tahun ini, Thomas mengatakan, perusahaan siap membangun RPHU dengan kapasitas potong sebanyak 308.000 ekor per hari atau sekitar 9 juta ekor per bulan.

"Kalau mau jujur, dalam waktu tiga tahun tidak mungkin untuk mencapai pembangunan yang segitu banyak. Tapi kami akan berusaha semaksimal mungkin," ujarnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement