Senin 21 Oct 2019 06:09 WIB

Tak Lekang Dideru Zaman, Generasi i-Gen Mulai Lirik Koperasi

Milenial biasanya lebih senang dengan bukti dan action daripada teori.

Rep: Arie Lukihardianti / Red: Agus Yulianto
Kopontren Al Idrisiyyah
Foto: Foto: Arie Lukihardianti / Republika
Kopontren Al Idrisiyyah

REPUBLIKA.CO.ID, Pada usia 19 tahun, seorang mahasiswa asal Karawang-Jabar, mulai tertarik pada koperasi. Saat itu, ia terinspirasi dari kakak tingkat di tempatnya kuliahnya di Universitas Pasundan (Unpas) yang mendapatkan SHU (Sisa Hasil Usaha) dengan nominal yang cukup besar dengan menjadi Anggota Koperasi (Kopma).

Bahkan, tak hanya menjadi anggota, mahasiswa beranama Andhika Maha Putra tersebut didaulat menjadi Ketua Pengawas Kopma Unpas. Ia pun semakin tertarik pada koperasi karena keuntungan yang di dapat saat bertransaksi di koperasi cukup lumayan. Ini

"Rasanya tuh, senang dan bangga, di umur saya masih muda sudah dapat merasakan bagaimana mengelola sebuah unit usaha," ujar Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional semester VII di Universitas Pasundan (Unpas) kepada Republika.

photo
Rapat anggota koperasi mahasiswa (Arie Lukihardianti/Republika)

Andika semakin merasa yakin mengabdikan dirinya di Kopma, karena  melihat perjuangan temannya yang kesulitan membayar kuliah. Saat itu, temannya yang kuliah di FKIP jurusan biologi, sebut saja bernama Asep Ahmad terlihat murung. Setelah diselidiki, ternyata Asep tak bisa membayar uang kuliah semesterannya. Mengingat, penghasilan orang tuanya dikampungnya pas-pasan. 

Karena sudah menjadi anggota kopma, Andika pun menyarankan agar Asep menjadi untuk menjadi anggota kopma agar mendapatkan uang tambahan. Temannya itu pun, cukup aktif di kopma.

Bahkan, agar bisa mengumpulkan uang untuk kuliah, Asep mulai membuat makanan yang dijual di kantin kopma dengan sistem konsinyasi. Setelah aktif berjualan makanan di kopma, Asep pun bisa membayar uang kuliahnya tanpa harus menunggak.  

Namun, kata dia, beban Asep ternyata sangat berat. Karena, tak hanya harus membiayai diri sendiri, Asep pun harus membayar uang masuk sekolah adiknya yang akan melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi.

"Saat itu, Asep kebingungan lalu saya sarankan untuk meminjam ke kopma. Alhamdulillah, dengan usaha keras Asep berjualan makanan di kopma dalam setahun kemudian bisa mengembalikan uang pinjamannya," papar Andika.

Berbicara generasi milenial atau sering disebut internet generation (i-Gen) dan koperasi mungkin suatu hal yang cukup kontradiktif. Karena, koperasi identik dengan sebuah sistem perekonomian yang cukup lawas yang kerap diidentikan dengan Bapak Koperasi yang juga sebagai Bapak Proklamator kita Mohammad Hatta.

Sementara milenial sering diidentikan dengan teknologi dan sesuatu yang instan. Serta, sangat dekat dengan gadget dalam kehidupan sehari-harinya. 

Ya, antara milenial dan koperasi ini memang seperti ada perbedaan zaman. Karena, koperasi hadir jauh hari sebelum para milenial itu lahir. Namun, siapa bilang gap zaman ini membuat koperasi menjadi barang asing bagi milenial? 

Ternyata, banyak milenial yang sudah terjun sukses mengelola koperasinya. Bahkan, ditangan seorang milenial ada sebuah koperasi yang omzetnya miliaran rupiah setiap bulannya. Begitu juga, di Kopma Unpas yang salah satunya dikelola oleh Andika, omzet koperasi kampusnya bisa puluhan juta. 

Dan tentu saja, karena identik dengan teknologi, kedua milenial pengelola koperasi ini pun tak jauh-jauh dengan teknologi dalam mengelola bisnisnya. Sehingga, koperasinya bisa melejit dan membuahkan banyak penghargaan. 

Berbagai manfaat dari koperasi ini pun sudah dirasakan oleh Andika dan Asep temannya. Andika merasa beruntung, setelah terjun ke kopma. Apalagi, ia dipercaya menjadi pengurus untuk mengelola Kopma Unpas pada 2017.

Ia senang dengan aktivitas barunya di luar perkuliahan ini, karena secara tak langsung bisa membantu temannya yang kesulitan keuangan dengan menyarankan masuk menjadi anggota koperasi. 

Walaupun, Andika mengaku untuk aktif di kopma harus mengatur waktu dengan sangat baik antara kuliah dan koperasi. Bahkan, kerap harus beradaptasi dengan pengurus dan karyawan yang ada di Kopma Unpas.

"Tapi ya kendala tersebut bagi saya sebagai tantangan menjadi tempat belajar untuk mengurus sebuah unit usaha," katanya.

Jenis usaha yang ada di Kopma Unpas sendiri, menurut Andika, adalah ritel, kantin,  fotocopy,  dan perdagangan umum. Volume bisnisnya, tak stabil karena kadang naik dan turun. Bahkan, pendapatannya pun berbeda setiap unit usaha.

"Tapi alhamdulillah, salah satu unit usaha Kopma Unpas menghasilkan omzet mencapai puluhan juta perbulannya," katanya.

Jumlah anggota kopma, kata dia, cukup banyak bahkan yang tercatat mencapai 800 orang. Saat mengelola anggota koperasi, Andika mengaku memiliki kendala untuk menggerakan anggota agar mau aktif bertransaksi di koperasi dalam memenuhi kebutuhannya.

"Karena terkadang kami kalah saing dengan unit usaha di sekitar kampus yang harga nya jauh lebih murah di bandingkan di unit usaha kami," katanya.

Andika sangat senang menjadi pengurus koperasi karena membawa banyak keuntungan untuk semua anggotanya. Misalnya ada SHU, point keaktifan kegiatan, point transaksi di bulan point dan wadah kepanitiaan untuk mengembangkan minat dan bakat anggota

"Khusus pengurus kan mendapatkan nominal SHU nya lebih besar dibandingkan dengan anggota. Jadi ya lumayan ada tambahan uang jajan," katanya.

Selain itu, bagi dirinya, menjadi pengurus koperasi bisa menambah pengalaman, wawasan dan relasi. Ia pun, mengajak semua generasinya untuk mencoba menjadi pengurus koperasi.

Salah satu yang harus dilakukan untuk menarik milenial agar tertarik mengelola koperasi adalah dengan emberikan harga terbaik sesuai koceh milenial serta tidak membuat ribet atau mempermudah transaksi. Salah satunya, dengan mencoba menggunakan teknologi.

Saat ini, Kopma Unpas sendiri belum banyak menggunakan teknologi karena masih dalam proses. Misalnya, mulai memasukkan menu kantin ke aplikasi grab food dan go food. Serta, menjalin kerja sama dengan perusahaan start up.

Andika menilai, keberadaan koperasi ini  masih prospektif. Namun, pengelolaanya harus kreatif dan inovatif dalam mengelola unit usahanya. Karena, koperasi bisa mati kalau pengelolanta tidak inovatif, kreatif serta jujur dalam mengelola.

"Alhamdulillah, prestasi Kopma Unpas cukup banyak di antaranya  pada 2013 juara 2 Kopma berprestasi tingkat Jawa Barat, pada 2016 menjadi koperasi berprestasi tingkat nasional jenis pemasaran, serta pada 2017 menjadi juara umun jambore Kopma Nasional dalam bidang kesenian," paparnya.

Berbeda dengan Andika, Ketua Kopontren (Koperasi Pesantren) Fathiyyah di Pondok Pesantren Idrisiyyah, Ustadz Aka Bonanza, awal terjun mengelola koperasi karena perintah dari pimpinan Ponpes. Jadi, dengan semangat ingin berkhidmah, mengabdi kepada pesantren ia mau terjun ke koperasi yang diharapkan akan menjadi tulang punggung ekonomi dan program pesantren serta mensejahterakan umat.

Saat mulai mengelola Kopontrennya, menurut Ustadz Aka, usianya memang masih muda. Sehingga, ia memiliki segala keterbatasan seperti SDM, modal dan juga pengetahun. "Intinya saat memulai kita adalah anak muda yang awam dan minim pengetahuan," katanya.

Untuk mengatasi kendala itu, dia berusaha terus belajar ke koperasi yang dianggap sukses dan besar. Selain itu, mengikuti pelatihan-pelatihan dan kajian. 

"Jadi, ditahun-tahun awal saya lebih banyak belajar dan bersilaturahim dengan berbagai pihak," katanya.

Menurut Ustaz Aka, kopontrennya yang terletak di Desa Jatihurip, Kampung Pagendingan Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, mulai didirikan pada tahun 1983. Usahanya, berbentuk simpan pinjam dan warung untuk memenuhi kebutuhan santri dari guru-guru atau ustadz yang mengajar. Modal awalnya, saat itu hanya sekitar Rp 15 juta.

"Usaha tersebut, kami pilih karena merupakan kebutuhan internal pesantren," ujar Ustaz Aka.

Kemudian, kata dia, dari simpan pinjam dan warung, usahanya terus berkembang. Lalu, didirikan lah BMT dan mini market.

"Alhamdulillah saat ini kedua usaha tersebut sudah beromzet miliaran setiap bulannya," katanya.

Menurut Ustaz Aka, omzet koperasinya bisa mencapai miliaran karena dikelola dengan manajemen profesional. Bahkan, ada bidang  khusus yang mengelola bisnis.

"Semua santri juga diberikan pengetahuan dan keterampilan untuk berusaha atau berbisnis," katanya.

photo
Panen udang vaname (Foto:Istimewa)

Jumlah bisnis di pesantrennya, kata dia,  ada sekitar 30 unit bisnis. Yakni, terbagi dalam berbagai unit usaha. Di antara nya ada sektor besar yaitu perdagangan dengan unit usaha mini market nya, simpan pinjam syariah dengan unit usaha BMT, kelautan dengan unit usaha budidaya udang vaname, dan beberapa unit usaha kecil seperti rumah makan, konveksi, pabrik roti, isi ulang air minum, perikanan, perkebunan, peternakan, jasa travel, toko pakaian, percetakan, hingga property. 

"Total unit bisnis tersebut mencapai 40-an unit bisnis," katanya.

Dari puluhan produk tersebut, kata dia, ada tiga unit bisnis yang menjadi bisnis unggulan. Yakni, bisnis simpan pinjam syariah (BMT), Qini mart dan Qini vaname tambak udang. Saat ini, jumlah anggota koperasi sekitar 10 ribu anggota. 

"Keuntungan dari koperasi ini, tentunya untuk anggota dan kemandirian pondok pesantren," katanya.

Ustaz Aka mengaku, kebanyakan generasi muda mungkin tak begitu peduli dengan koperasi. Bahkan mungkin tidak tahu apa itu koperasi. Tapi, bagi dirinya koperasi saat ini adalah lembaga yang bisa dijadikan sebagai media mensejahterakan umat/masyarakat. Bahkan, menjadi media berkarya dan memberikan manfaat kepada banyak orang

Untuk dirinya, kata dia, keberadaan koperasi ini sangat penting. Karena, semua unit bisnis di Ponpesnya dinaungi koperasi. "Bagi saya, koperasi ini bukan hanya sebagai alat usaha/menghasilkan profit, tapi juga sebagai tempat mengaktualisasikan diri," katanya.

Agar milenial bisa tertarik pada koperasi, kata dia, harus ada edukasi dan pendekatan yang bisa dipahami oleh mereka dengan bahasa dan gaya mereka. Karena, milenial biasanya lebih senang dengan bukti dan action daripada teori. 

"Jadi untuk mengajak milenial agar semakin banyak yang tertarik ke koperasi, kita harus mnghadirkan bukti bahwa koperasi di kelola oleh anak muda bisa sukses, bisa menjadi media berkarya dan mengaktualisasikan diri," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, di koperasinya regenerasi terus berjalan. Salah satu caranya, setiap tahun ia selalu manambah karyawan fresh graduate. "Sekarang rata rata pengelola koperasi kami under 30 tahun," katanya.

Karena dikelola milenial, kata dia, di era 4.0 ini pun koperasi yang dikelolanya sudah menggunakan teknologi. Hal ini, sebagai bagian dari bagaimana kita siap dengan tantangan baru dan perubahan. 

"Banyak sekali IT yang kita gunakan di koperasi. Misalnya di mini market, BMT, bahkan di tambak udang kita sdh menggunakan IT yang terintegrasi," katanya.

Selain itu, kata dia,  saat ini anggota koperasinya pun bisa mentransfer dana, cek simpanan dan cek pinjaman hanya melalui smart phone. 

Ustaz Aka optimistis, koperasi akan berkembang bahkan maju jika regenerasi insan perkoperasian terjadi. Salah satunya, kalau kaum milenial mulai tertarik dengan koperasi. Karena mereka lah saat ini tulang punggung masa depan kita. Namun, jika kopetasi tak terjadi regenerasi dan tak banyak lagi yang peduli terhadap koperasi maka kemungkinan koperasi akan stagnan dan bahkan tidak bisa bertahan ditengah persaingan dan perubahan.

"Khusus untuk di Jawa Barat, selain regenerasi insan perkoperasin juga perlu terus dibangun kolaborasi antar koperasi agar koperasi tetap eksis," katanya.

Digitalisasi Cara Jitu Tarik Minat Milenial ke Koperasi 

Minat milenial mengelola koperasi di Jabar saat ini memang masih minim. Menurut Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil (KUK) Jawa Barat, Kusmana Hartadji, saat ini jumlah koperasi di Jabar ada 25.600. Namun, yang aktif  hanya sekitar 16 ribu.

"Nah dari koperasi yang ada di Jabar yang dikelola oleh milenial sangat sedikit sekali hanya 5 sampai 10 persen saja," ujar Kusmana.

Koperasi yang dikelola milenial, kata dia, kebanyakan adalah koperasi mahasiswa (Kopma) seperti UPI, Kopma Unpad, Kopma Unpas dan lainya. Sementara, koperasi kepemudaan lainnya masih kurang.

"Tantangan ke depan, kami akan mengembangkan koperasi siswa," katanya.

Jadi, kata dia, di sekolah akan dibuat koperasi siswa sebagai laboratorium bagi siswa bagaimana melakukan usaha koperasi. "Harapannya, saat siswa keluar SMA jadi paham apa itu koperasi. Tentu koperasi dengan proses digitalisasi. Nanti kan yang sepuh-sepuh tinggal jadi pengawas," katanya.

Selain itu, menurut Kusmana, agar semakin banyak milenial di Jabar yang tertarik mengelola koperasi, dinasnya melakukan berbagai upaya. Salah satunya, dengan terus menyosialisasikan atau rebranding koperasi pada siswa-siswi SMK/SMA. Upaya lainnya, dengan digitalisasi koperasi.

Kusmana mengatakan, agar milenial tertarik mengelola koperasi saat ini yang terpenting dan harus dilakukan adalah bagaimana merubah pola koperasi. Yakni, dari awalnya hanya memanfaatkan komputer beralih ke digitalisasi. Karena, beberapa pengelola yang sudah tua kerap tak mengerti aplikasi digital jadi harus mengajak kaderisasinya. 

Dinas koperasi pun, kata dia, sudah memiliki software atau aplikasi koperasi yang bisa diterapkan oleh semua koperasi di Jabar. Ia pun, membuat pelatihan dan bimbingan teknis pada semua koperasi terutama memberikan pelatihannya pada pengelola koperasi yang usianya masih milenial.

"Targetnya, kami bisa memberikan pelatihan aplikasi ini pada 200 koperasi. Tapi, sekarang pelatihan dan pendampingan baru dilakukan pada 150 koperasi," katanya.

Namun, kata dia, koperasi yang mengikuti pelatihan dan sudah menggunakan aplikasi tersebut baru 30 persen. Ia berharap, semua koperasi yang sudah mengikuti pelatihan bisa menggunakan aplikasi bernama Smartkop ini karena semuanya menjadi terdigitalisasi dari mulai menginput laporan keungan, laporan adminitstrasi dan lainnya.

"Cara yang paling jitu untuk menggaet milenial ini lewat program digitalisasi apapun softwarenya," katanya.

Senada dengan Kusmana, Dekan SBM ITB, Prof Dr Sudarso Kaderi Wiryono mengatakan, berdasarkan hasil riset SBM ITB pada koperasi milenial yang di Pekalongan, yang membuat mereka berhasil menarik milenial terjun ke koperasi adalah menggunakan ekosistem bisnis melibatkan banyak pihak. Selain itu, milenial juga suka dengan digital bisnis. Jadi, platform digital bisnis ini yang harus dikembangkan. 

"Milenial akan tertarik dengan sendirinya kalau koperasi memanfaatkan platform digital dalam mengelola bisnis," katanya.

Platform digital ini, kata dia, akan memudahkan koperasi membangun interaksi semua pihak yang bisa menumbuhkan bisnisnya. SBM ITB sendiri, telah membuat satu platform untuk petani argo. Bahkan, platform ini sudah dibangun dan dimanfaatkan semua koperasi yang ada di Jabar.

Keuntungan menggunakan platform ini, kata dia, bisa memberikan nilai tambah pada koperasi dan petani atau pelaku agronya. Karena, saat ini keuntungan terbesar dari bisnis agro ada pada broker atau tradernya. Bahkan, dengan platform ini tak hanya menguntungkan petani tapi juga konsumennya.

"Dengan adanya platform digital ini, hasil petani tadi bisa langsung di lihat oleh konsumen. Semua pihak diuntungkan itu keuntungan menggunakan platform digital ini," katanya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement