Senin 21 Oct 2019 19:30 WIB

Pengamat: Tidak Ada yang Baru dalam Pidato Pelantikan Jokowi

Yang disebut Jokowi dalam pidatonya dinilai sebagai poin yang sering dibicarakan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo saat acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Ahad (20/10).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Presiden Joko Widodo saat acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Ahad (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo memandang tak ada hal yang baru dalam pidato awal Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden. Walau begitu, ia merasa ada optimisme dalam pidato tersebut.

"Pada pidato kali ini, Presiden Jokowi kembali menyebut 5 agenda strategis yang menjadi prioritas selama lima tahun ke depan. Poin ini sudah sering dibicarakan," katanya dalam siaran pers, Senin (21/10).

Baca Juga

Poin-poin tersebut ialah pembangunan sumber daya manusia, kelanjutan pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi, transformasi ekonomi dengan melakukan berbagai inovasi, penggunaan teknologi yang mudah dijangkau dan mendobrak sistem lama yang tidak produktif menjadi produktif.

"Jokowi juga kembali menyinggung perlunya penyederhanaan regulasi yang lebih menggairahkan investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan selama lima tahun ke depan. Jokowi kembali berjanji akan memangkas regulasi yang menghambat investasi," tuturnya.

Di sisi lain, ia memandang pelaksanaan pembangunan perlu strategi yang mampu menghadapi berbagai tantangan lima tahun ke depan. Menurutnya, faktor yang tidak kalah penting untuk mewujudkan harapan tersebut ialah kualitas dan integritas menteri dalam kabinet pemerintahan.

"Selain itu, diperlukan stabilitas politik dan keamanan sebagai salah satu syarat untuk mewujudkan agenda pembangunan yang diharapkan," ujarnya.

Sekretaris Jendral FITRA Misbah Hasan menyebut bahwa pemberantasan korupsi akan tersisih di periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi. Dia mengatakan, hal itu terlihat dari pidaro pelantikan, Ahad (20/10) lalu yang tidak menjadikan pemberantasan korupsi sebagai prioritas pemerintah.

Misabah mengatakan, masalah utama investasi di Indonesia adalah maraknya budaya korupsi. Dia menegaskan, pemangkasan perijinan dan sistem birokarsi tidak serta merta bisa menjamin korupsi tidak terjadi.

"Karena perijinan hanya salah satu ruang praktik korupsi di Indonesia," kata Misbah Hasan dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (21/10).

Riset yang dikeluarkan World Economic Forum (WEF) menunjukkan, bahwa tingginya tindak pidana korupsi merupakan penghambat utama investasi di Indonesia. WEF menempatkan korupsi dengan skor tertinggi, yaitu sebesar 13,8 sebagai faktor utama selain birokrasi perijinan.

Dia mengatakan, prioritas Investasi yang disampaikan Presiden juga tidak berperspektif lingkungan. Sehingga, lanjut dia, berpotensi melanggar hak-hak warga atas tanah dan sumber penghidupan mereka.

Berkenaan dengan hal tersebut, dia mengimbau kepala negara terpilih untuk kembali fokus pada pencegahan dan pemberantasan korupsi serta memperkuat kelembagaan KPK. Dia juga meminta presiden melawan upaya-upaya pelemahan KPK oleh pihak manapun.

"Pembangunan SDM yang diprioritaskan akan sia-sia bila bermental koruptif, maka pendidikan anti korupsi menjadi penting dikedepankan," katanya.

Dia mengatakan, presiden juga harus mempertegas reformasi birokrasi, menegakkan hukum di lingkungan birokrasi. Preisden juga mendorong ASN yang profesional, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, dan  menjamin agar manfaat program dirasakan oleh masyarakat.

"Investigasi yang diprioritaskan harus berperspektif kelestarian lingkungan dan menghormati hak-hak warga atas tanah dan sumber penghidupan mereka," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement