REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah luas lahan terbakar akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada Oktober 2019 diperkirakan akan berkurang. Angka karhutla diprediksi tidak akan sebesar angka pada September lalu.
"Nanti kami akan perbarui angka luas kebakarannya, kurang lebih berapa penambahannya. Tapi penambahannya tidak akan sedrastis dari Agustus ke September 2019, itu poin pentingnya. Saya yakin itu," ujar Plt Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Raffles Panjaitan dalam konferensi pers yang diadakan di Gedung KLHK, Jakarta, Senin (21/10).
Sebelumnya, menurut data KLHK, total lahan yang terbakar sampai dengan akhir September 2019 mencapai 857.756 hektare, yang terdiri dari 630.451 ha lahan mineral dan 227.304 ha lahan gambut. Angka itu menunjukkan kenaikan 529.032 ha dari 328.724 ha lahan yang terbakar pada Agustus 2019, menurut data KLHK berdasarkan interpretasi citra landsat.
Menurut Raffles, angka luas lahan terbakar pada Oktober 2019 kemungkinan akan mengalami penurunan karena kecenderungan turunnya titik panas di daerah-daerah rawan. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) daerah-daerah rawan seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Tengah menunjukkan tren penurunan, meski belum berhasil menghilangkan semua titik panas.
Raffles menambahkan, hujan juga diprediksi akan turun sampai akhir tahun. "Cuaca tampaknya Desember sudah hujan. Pertengahan November juga sudah hujan," ujar dia.
Terkait karhutla yang terjadi pada 2019, KLHK sudah memproses hukum 79 perusahan pemilik konsesi dan satu perorangan, menurut data sampai dengan 16 Oktober 2019. Total 27.192 ha lahan konsesi yang terbakar dimiliki oleh 79 perusahaan tersebut dengan 274 ha adalah milik satu orang.