REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- Ribuan calon kepala desa (kades) di Kabupaten Bogor berkumpul di Gedung Tegar Beriman. Setidaknya terdapat 1.064 calon kades menyepakati pemilihan kepada desa (Pilkades) serentak yang akan dilakukan pada 3 November 2019 berlansung aman.
Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin menjelaskan, persaingan calon di tingkat desa lebih keras dari pada persaingan calon di tingkat kepala daerah. Sehingga, dia berharap, dengan deklarasi damai pilkades di Kabupaten Bogor dapat berlangsung kondusif.
"Jadi ini adalah untuk mencapai kesepakan bersama agar menjaga wilayah-wilayahnya kondusif dan dijaga secara bersama-bersama," kata Ade di Kabupaten Bogor, Selasa (22/10).
Ade menerangkan, pilkades yang akan dilakukan di 273 desa itu akan melibatkan semua pihak. Uniknya, dari 273 desa terdapat 11 desa yang masuk wilayah Kota Depok.
Karena itu, Ade menjelasakan, keamanan pilkades akan dikawal oleh pihak Kepolisian dan TNI dari dua wilayah. "Jadi kita ini ada desa di Kecamatan Bojong Gede dan Tajur Halang itu masih wilayah hukumnya di Polresta Depok," katanya.
Jika terjadi permasalahan di Kabupaten Bogor, dia mengatakan, masyarakat dapat segara melapor pihak keamanan. Selain itu, Ade meminta, seluruh organisasi masyarakat dapat turut membantu proses berjalannya pilkades.
"Mohon direspon oleh ormas dan organisasi yang lain, jangan memihak ke salah satu calon," katanya.
Ade menjelaskan, Pemkab Bogor mendukung penuh kesuksesan pilkades. Dia mengatakan, dukungan tersebut berasal dari perhatian Pemkab Bogor secara anggaran.
"Jadi pendaftaran dulu katanya ada yang diminta Rp 20 juta, Rp 30 juta, bahkan Rp 50 juga. Sekarang tidak boleh lagi ada pungutan bagi calon kepala desa karena sudah dibiayai, sudah dibiayai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor," ujarnya.
Sejauh ini Pemkab Bogor telah menganggarkan Rp 32 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mensukseskan pilkades. Dia menyebut, setiap pemilih yang saat ini tercatat berjumlah 2.120.448 daftar pemilih tetep (DPT) dianggarkan Rp 15 ribu.
"Satu hak pilih itu senilai Rp 15 ribu per kepala. tapi bukan untuk pemilihan tapi untuk pelaksaanan. Jadi misalnya ada 10 ribu (pemilih) kali Rp 15 ribu itu berapa? Ya itu untuk biaya pelaksanaan," katanya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Bogor, Ade Jaya Munadi menjelaskan rangkaian pilkades telah sesuai dengan jadwal. Dia mengatakan, masih terdapat sejumlah desa yang belum melaksanakan pengundian calon.
"Tahapn sudah berjalan ya. Untuk pengundian nomer urut calon tinggal sedikit lagi. Tapi untuk data persisnya belum hafal. Karena laporannya baru di grup whatsapp ya," katanya.
Adapun tahap kampanye, dia menjelaskan, akan dimulai tanggal 28 sampai tanggal 30 Oktober. Kemudian, dia mengatakan, masa tenang selama akan dilakukan selama tiga hari.
"Setelah itu pemungutan dan penghitungan suara pada tanggal 3 November 2019," katanya.
Ade Jaya menjelaskan pilkades serentak tahun ini tak ada satupun yang mengajukan untuk melakukan sistem pemilihan secara elektronik atau e-voting. Padahal, dia mengatakan, Pemkab Bogor telah memberikan anggaran.
Pilkades dengan sistem E-voting per ah dilakukan di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng. Waktu itu, dia menjelaskan, Pemkab Bogor bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
"Kalau elektronik itu sudah dianggarkan tapi tidak ada satu desa yang mengajukan. Jadi anggaran dari BPPT tidak terserap," ucapnya.
Dia menjelaskan, sistem e-voting masih belum dipahami oleh masyarakat. Bahkan, dia menilai, masayarakat maupun calon kawatir terhadap keamanan sistem e-voting.
Meskipun demikian, dia mengatakan, tak terlalu menghawatirkan persoalan tersebut. Sebab, tidak adanya desa yang mengajukan bukan menjadi tolak ukur kesuksesan pilkades.
"Kita harus lebih intens lagi sosilasinya karena kan begini, sebagian masyarakat masih ada yang khawatir alat ini bisa di ini (retas). Padahal kan itu sudah di uji oleh personil BPPT ya bukan kita," jelasnya.
Selain itu, agar pilkades berjalan lancar, Ade Jaya menyebut Pemkab Bogor telah membentuk tim pemantau. Sehingga, kecurangan dapat diminimalisir.
Namun, dia mengatakan, tim pemantau hanya dapat memberi masukan kepada penyelenggar. Dia menyebut, tim pemantau tidak berhak mengambil keputusan.
Saat ini, dia menyebut, tim pemantau dipersilakan oleh tim ad hock yang ditunjuk oleh Bupati. Namun, Ade Jaya belum merinci kapan tim adhoc akan bergerak di lapangan.
"Mereka memberi masukan dari lapangan dari konsepsi mereka. Nantinya membuat regulasi yang akan diterapkan," katanya.