REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) menyerukan para pemimpin Lebanon memenuhi keluhan para pengunjuk rasa yang marah dengan pemerintah atas korupsi yang merajalela. Pejabat Tinggi Departemen Luar Negeri AS untuk Timur Tengah David Schenker mengatakan, AS siap membantu pemerintah Lebanon mengambil tindakan menanggapi unjuk rasa.
Namun, AS tidak mengomentari paket reformasi yang disampaikan oleh Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri. "Demonstrasi menunjukkan perlunya diskusi yang terbuka dan jujur antara para pemimpin dengan para warga mengenai tuntutan lama rakyat Lebanon untuk reformasi ekonomi dan mengakhiri korupsi endemik," ujarnya dilansir Gulf News, Kamis (24/10).
Schenker membebaskan para pengunjuk rasa memutuskan langkah-langkah yang berjalan cukup jauh guna memenuhi keinginan sah rakyat demi negara yang makmur dan berkembang bebas dari korupsi yang merusak. "Terserah kepada masyarakat Lebanon memutuskan apakah langkah-langkah ini cukup memuaskan dan bebas dari korupsi yang telah merusak sejak lama," kata Schenker.
Sementara itu, seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Washington mendukung pengunjuk rasa melakukan aksi damai. Pejabat yang tidak ingin menyebutkan jati dirinya itu meminta pemerintah Lebanon melakukan reformasi ekonomi yang diminta rakyat. Menurutnya, Beirut seharusnya tidak mengalami protes sebesar itu dari krisis ekonominya.
"Orang-orang di Lebanon frustasi. Kerumunan yang keluar sangat besar dan orang-orang ingin melihat aksi nyata. Oleh karenanya Pemerintah AS mendukung seruan mereka untuk bertindak bagi reformasi untuk memerangi korupsi," kata pejabat itu kepada wartawan seperti dikutip The Globe and Mail, Kamis (24/10).
"Ini bukan masalah baru. Krisis ekonomi yang sedang dihadapi Lebanon adalah kereta yang lambat datang," dia menambahkan. Ratusan ribu orang di Lebanon menyemuti jalan-jalan kota selama hampir satu pekan dalam gelombang unjuk rasa yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Mereka marah pada politikus yang mendorong ekonomi negara ke dalam kriris kehancuran. Protes dipicu pada 17 Oktober oleh pajak yang diusulkan atas panggilan melalui Whatsapp dan aplikasi pesan lainnya. Protes kemudian berubah menjadi gerakan besar yang berusaha untuk memperbaiki seluruh sistem politik.
Para pengunjuk rasa mengibarkan bendera memblokir jalan dengan kendaraan dan membarikade darurat kota dalam hari ke tujuh pada Rabu (23/10) waktu setempat. Bisnis seperti bank telah ditutup Jumat pekan lalu. Sekolah-sekolah juga turut diliburkan menyusul aksi unjuk rasa ini.
Pemerintah Perdana Menteri Saad al-Hariri mengumumkan paket reformasi darurat pada Senin kemarin guna meredakan kemarahan publik serta menjauhkan negara. AS pun mengatakan, rutin melakukan kontak dengan rekan-rekan Lebanon.
"Masih harus dilihat apakah rakyat Lebanon akan menerima apa yang telah diajukan. Kami telah berbicara dengan mereka tentang reformasi untuk waktu yang sangat lama," ujar pejabat yang meminta jati dirinya tidak disebutkan itu.
Sebuah sumber pemerintah Lebanon mengatakan para pemimpin Lebanon tengah mendiskusikan kemungkinan perombakan pemerintah untuk meredakan protes. Otoritas Maronit Kristen tertinggi di Lebanon dan seorang politisi Druze terkemuka juga tengah berusaha keras untuk melakukan perubahan, dan menyerukan agar para teknokrat yang memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam perombakan pemerintah.
Dalam sebuah pernyataan pada Selasa, pemerintah Prancis mendesak Beirut untuk melakukan reformasi. Hal tersebut bisa berindikasi sebagai kunci untuk membuka sekitar 11 miliar dolar AS dalam pembiayaan yang dijanjikan oleh Prancis dan negara-negara lain serta lembaga-lembaga pinjaman tahun lalu.
Kendati demikian, pejabat AS itu mengatakan, Washington melihat pengumuman reformasi darurat jika mereka perlu memberlakukan paket keuangan yang akan diluncurkan. "Dana akan dikeluarkan ketika reformasi ini diberlakukan dan dilaksanakan," katanya.