REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam ath-Thabari adalah ulama yang tak silau dengan harta dan kemewahan. Bahkan, ia juga tak suka dengan jabatan tinggi yang ditawarkan para penguasa kepadanya.
Sang ulama zuhud itu hanya akan menerima sebuah hadiah jika merasa dapat membalas hadiah itu dengan yang lebih baik. Namun, apabila tak mampu, hadiah itu akan ditolak dengan ramah disertai permintaan maaf kepada pemberi hadiah.
Berkat kecerdasannya, ath-Thabari pernah diminta salah seorang khalifah dari Daulah Abbasiyah untuk mengarang buku fikih. Kemudian, dia mengarang kitab fikih dengan judul Al-Khafif.
Bahkan dalam bidang fikih, pendapat-pendapat ath-Thabari dihimpun yang kemudian dinamai mazhab Jaririyah. Salah seorang penguasa Abbasiyah pernah memberinya imbalan sebesar seribu dinar atas usahanya mengarang kitab fikih, namun imbalan tersebut ia kembalikan.
Abu Haija’ Ibnu Hamdan pernah memberikan hadiah kepada ath-Thabari tiga ribu dinar. Setelah melihat hadiah tersebut, ath-Thabari terkagum-kagum dan berkata, Aku tidak bisa menerima hadiah yang aku tidak bisa membalasnya dengan yang lebih baik lagi. Dari mana aku mendapatkan uang untuk membalas hadiah sebanyak ini?”
Imam ath-Thabari juga dikenal selalu menjauhi sikap dan perbuatan yang tidak pantas dilakukan oleh ulama. Sikap itu dilakukannya sampai mengembuskan napas terakhirnya. Pernah suatu ketika beliau berdebat dengan Dawud bin Ali azh-Zhahiri mengenai suatu permasalahan.
Di tengah perdebatan, beliau berhenti dan tidak meneruskan perkataannya sehingga para temannya menjadi bertanya-tanya. Dalam keadaan demikian itu, tiba-tiba salah seorang yang hadir berdiri, dengan spontan dia berkata-kata pedas dan menyakitkan yang ditujukan pada ath-Thabari.
Mendengar perkataan yang demikian itu, ath-Thabari tidak membalasnya sedikit pun dan tidak pula terpancing memberikan jawaban. Dengan segera ia bergegas meninggalkan tempat itu dan menulis masalah perdebatannya itu dalam sebuah kitab.
Orang-orang di sekitarnya juga mengakui kezuhudan ath-Thabari. Dikisahkan, Perdana Menteri Al-Kharqani bertaklid kepadanya, lalu ia mengirimkan uang dalam jumlah yang besar kepadanya. Akan tetapi, dia menolak pemberian tersebut. Ketika ath-Thabari ditawarkan kedudukan qadhi (hakim) dengan jabatan wilayah al-Mazhalim, dia pun menolaknya.
Akibat penolakan ini, teman-teman ath-Thabari mencelanya. Mereka berkata, Ketika kamu terima jabatan ini, kamu akan mendapatkan gaji tinggi dan akan dapat menghidupkan pengajian sunah yang kamu laksanakan.” Mendengar perkataan tersebut, akhirnya ath-Thabari membentak mereka seraya berkata, Sungguh, aku mengira kalian akan mencegahku ketika aku senang jabatan tersebut.”