Jumat 25 Oct 2019 19:29 WIB

Kemendag Bakal Gandeng Kalangan Global untuk Persepsi Halal

Mendag Agus Suparmanto mengakui bahwa ekspor produk halal Indonesia belum moncer.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Produk berlabel halal MUI  (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Produk berlabel halal MUI (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) berkomitmen meningkatkan ekspor produk-produk halal Indonesia. Caranya adalah dengan menggandeng kalangan internasional untuk mengharmonisasi persepsi halal lokal dengan global.

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengakui bahwa ekspor produk halal Indonesia memang belum moncer. Untuk itu pihaknya berupaya melakukan perluasan pasar dan persamaan persepsi halal di dalam negeri dengan dunia internasional.

Baca Juga

“Kita lakukan penggalangan gimana caranya sertifikat halal (Indonesia) diterima di internasional,” kata Agus kepada Republika, Jumat (25/10).

Mengacu catatan Kemendag, ekspor produk halal Indonesia pada 2018 ke negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengalami defisit. Tercatat, nilai ekspor produk halal Indonesia ke negara-negara OKI hanya 45 miliar dolar AS atau 12,5 persen dari total perdagangan nasional sebesar 369 miliar dolar AS. Catatan ini membukukan defisit bagi Indonesia sebesar 1,87 miliar dolar AS.

Agus meyakini peluang ekspor produk halal Indonesia masih terbuka lebar, khususnya di kancah pasar Timur Tengah dan juga Eropa. Dia menuturkan bahwa kebutuhan produk halal di Eropa sedang bertumbuh, khususnya di Perancis yang mana terdapat tren pertumbuhan dan kesadaran dalam memilih produk halal jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya.

“Berkaitan dengan sertifikasi halal, sertifikasi (halal) di Perancis juga sudah cukup banyak. Artinya pasarnya memang ada, tinggal bagaimana kita samakan saja sertifikasinya nanti,” ungkapnya.

Meski tak memasang target pasti pertumbuhan eskpor produk halal di masa jabatannya dalam lima tahun ke depan, Agus meyakini ekspor produk halal bakal terpacu. Indikatornya, menurut dia, ada pada nilai transaksi Trade Expo Indonesia (TEI) tahun ini yang diklaim meningkat jika dibandingkan tahun lalu.

Mengacu catatan Kemendag, nilai transaksi TEI 2019 mencapai 10,96 miliar dolar AS atau senilai Rp 153,38 triliun. Jumlah tersebut dilaporkan meningkat sebesar 29,04 persen jika dibandingkan dengan nilai transaksi tahun lalu sebesar 8,49 miliar dolar AS atau Rp 127,33 triliun.

Adapun perincian transaksi produk perdagangan barang yang berasal dari penandatanganan kontrak dagang sebesar 698,34 juta dolar AS, transaksi di stan pameran sebesar 687,60 juta dolar AS, misi dagang lokal 50,63 juta dolar AS, penjajakan kesepakatan dagang 67,11 juta dolar AS, sektor kelautan dan perikanan Rp 10,43 juta dolar AS, bisnis hortikultura sebesar 120,08 juta dolar AS, dan kuliner pangan nusa sebesar 457,14 ribu dolar AS.

Sedangkan transaksi perdagangan jasa sebesar 120,08 juta dolar AS, transaksi investasi membukukan 9,29 miliar dolar AS. Dia menyebut, transaksi produk yang paling diminati adalah produk makanan olahan dengan nilai transaksi sebesar 390,26 juta dolar AS atau sebesar 26,16 persen.

Dari TEI 2019 ini, Agus melanjutkan, terdapat 114 kesepakatan dagang dengan total nilai kontrak sebesar 3,19 miliar dolar AS. Nilai tersebut terdiri dari transaksi investasi, produk barang yang meliputi makanan olahan, kertas dan produk kertas, produk pertanian dan perkebunan, produk perikanan, bumbu masak, hingga rempah-rempah lainnya.

Kewajiban sertifikasi halal memang telah bergulir di Indonesia bagi produk makanan dan minuman (mamin) dalam tempo waktu lima tahun ke depan melalui UU JPH Nomor 33 Tahun 2019. Dalam lima tahun ke depan sektor mamin yang belum tersertifikasi belum mendapatkan sanksi, namun usai lima tahun itu berlalu, sanksi dari UU JPH pun dapat diberlakukan.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Dody Edward menyatakan, sertifikasi produk halal memang harus mendapat dukungan dari negara-negara setempat tujuan ekspor. Artinya, kata dia, dari kancah lokal pemerintah bakal mengencangkan kolaborasi di lintas-kementerian dan lembaga terkait baik itu Kementerian Agama (Kemenag), Majelis Ulama Indonesia (MUI) Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan lainnya.

"Untuk tindak lanjutnya ya kita harus duduk bersama, sehingga dunia usaha juga bisa terfasilitasi,” ungkapnya.

Dia melanjutkan bahwa sertifikasi halal sudah seyogyanya mengikuti pakem sertifikasi yang ada di suatu negara ekspor tujuan. Untuk itu pihaknya masih melakukan identifikasi lebih lanjut mengenai kriteria pasar dan sertifikasi global yang dapat dimasukan produk-produk halal Indonesia.

Tak menutup kemungkinan, menurut dia, produk sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bakal digenjot lebih jauh dalam eksportasi produk halalnya. Pemerintah dalam hal ini mengklaim telah mulai melakukan kurasi produk UKM yang dapat merepresentasikan produk unggulan Indonesia sehingga dapat diminati pasar dunia.

Perluasan pasar

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Shinta Widjaja Kamdani menyatakan, hasil TEI 2019 cukup membuat pelaku usaha terfasilitasi sehingga ke depannya iklim usaha dan transaksi dagang diproyeksi bakal meningkat.

"Di tengah kondisi perang dagang dan ekonomi yang lesu, TEI 2019 ini kita akui harus diapresiasi,” ungkapnya.

Tak lupa, Shinta menyampaikan, pentingnya perluasan pasar baik itu produk umum maupun halal ke sejumlah negara. Baik itu di kawasan pasar tradisional dan nontradisional.

Sekecil atau besar apapun potensi pasar tersebut, menurut dia pemerintah perlu mengakselerasi perjanjian-perjanjian kerja sama guna mengurangi hambatan-hambatan dagang di negara tujuan ekspor.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement