Selasa 29 Oct 2019 02:27 WIB

Parlemen Uni Eropa Kecewa Soal Revisi UU KPK

Parlemen Uni Eropa menyesalkan perubahan status KPK menjadi badan pemerintah.

Rep: Riza Wahyu Pratama/ Red: Gita Amanda
Belasan ibu-ibu milenial dari berbagai kalangan menggelar aksi solidaritas  di Taman Vanda, Kota Bandung mendukung gerakan mahasiswa menuntut  pembatalan UU KPK dan RUU KUHP dan beberapa RUU lainnya. Mereka pun  mengecam tindakan aparat yang melakukan kekerasan terhadap gerakan  mahasiswa.
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Belasan ibu-ibu milenial dari berbagai kalangan menggelar aksi solidaritas di Taman Vanda, Kota Bandung mendukung gerakan mahasiswa menuntut pembatalan UU KPK dan RUU KUHP dan beberapa RUU lainnya. Mereka pun mengecam tindakan aparat yang melakukan kekerasan terhadap gerakan mahasiswa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Parlemen Uni Eropa memberikan pandangan terkait usulan revisi undang-undang KPK. Dalam pernyataan tertulis, Parlemen Uni Eropa menyesalkan perubahan status KPK menjadi badan pemerintah.

"Menyesalkan (regret) usulan legislasi terkait peraturan antikorupsi, yang mana di dalamnya KPK akan menjadi badan pemerintah, dan tidak lagi badan independen. Kami menyerukan perlunya revisi aturan tersebut," sebagaimana tertulis dalam mosi dan resolusi Parlemen Uni Eropa.

Baca Juga

Mosi dan resolusi yang dikeluarkan oleh Parlemen Uni Eropa terkait rancangan undang-undang KUHP di Indonesia. Mosi dan Resolusi tersebut diunggah dalam laman Parlemen Uni Eropa (europarl.europa.eu), Rabu (23/10) lalu.

Parlemen Eropa mengamati, Indonesia telah meloloskan aturan kontroversial yang melemahkan KPK. Mereka berpandangan, KPK telah berhasil menangkap ratusan politisi sejak dibangunnya lembaga tersebut pada 2002.

Sementara itu, mereka juga menyoroti UU KUHP terbaru, UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), serta aturan anti legislasi. Menurut Parlemen Uni Eropa, aturan tersebut telah digunakan untuk membatasi pekerja pembela HAM.

Selain menyoroti masalah di atas, Parlemen Uni Eropa juga menyinggung masalah RUU KUHP. Mereka berpandangan, RUU tersebut memungkinkan adanya diskriminasi berbasis gender, agama, dan orientasi seksual. Termasuk pula diskriminasi terhadap minoritas.

Meskipun demikian, Parlemen Uni Eropa tetap menghargai Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia. Mereka menyatakan, Indonesia merupakan negara demokratis yang cukup stabil, di mana Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement