Kamis 31 Oct 2019 21:25 WIB

Aziz: Setiap Komisi Sebaiknya Bahas 3 RUU dalam Setahun

Setiap komisi tidak terburu-buru menyelesaikan RUU dan menghasilkan undang-undang.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin usai menghadiri rapat pimpinan Komisi II, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (31/10).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin usai menghadiri rapat pimpinan Komisi II, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (31/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin mengatakan sebaiknya dalam setiap komisi sebaiknya membahas dua atau tiga rancangan undang-undang (RUU). Hal itu dilakukan agar setiap komisi  tidak terburu-buru dalam menyelesaikan RUU dan menghasilkan undang-undang yang berkualitas.

"Kalau pengalaman saya dalam periodisasi yang ke-4 di DPR Ini, pengalaman saya satu komisi maksimal dua atau tiga (RUU). Itu sudah ideal substansinya bisa pembahasan bisa dalam dan bisa komprehensif," ujar Aziz di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (31/10).

Baca Juga

Menurutnya, dengan melihat lima masa sidang setiap tahunnya, setiap komisi setidaknya dapat menyelesaikan dua atau tiga RUU. Untuk itu, dia berharap, DPR dapat mencapai target.

"Karena itu harus pembahasan undang-undang minimal dalam tiga masa sidang atau empat. Jadi kalau empat (masa sidang) dalam setahun itu maksimal dua (RUU)," ujar Aziz.

Salah satu yang diharapkan menjadi prioritas adalah Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Sebab, DPR periode 2014-2019 telah memutuskan untuk menunda hal tersebut.

"Kami harapkan nanti pimpinan Komisi III setelah masa fit and proper (test) Pak Kapolri tentu nanti masalah undang-undang masih tersisa di dalam komisi dia itu," ujar Aziz.

Melihat banyaknya poin-poin yang dinilai masyarakat kontroversial, DPR berencana membuka komunikasi dengan sejumlah elemen masyarakat untuk membahas hal tersebut. Khusunya, para mahasiswa yang melakukan aksi tolak RKUHP beberapa waktu lalu.

"Ke depan ada diskusi dengan beberapa universitas terhadap 14 item yang menjadi berdebatan kan begitu. Iya, supaya kita terbuka apa subtansinya yang masih tersisa kita lakukan pembahasan itu," ujar Aziz.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019 disorot karena hanya dapat menghasilkan 80 UU, di mana 40 persen di antaranya UU di luar program legislasi nasional (Prolegnas).

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement