Sabtu 02 Nov 2019 16:34 WIB

Apindo: Kenaikan UMP Harus Proporsional

Kenaikan UMP harus disesuaikan dengan produktivitas pekerja.

Rep: Puti Almas/ Red: Friska Yolanda
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi unjuk rasa di depan Balai Kota, Jakarta, Rabu (30/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi unjuk rasa di depan Balai Kota, Jakarta, Rabu (30/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sutrisno Iwantono mengatakan sepakat dengan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang secara prinsip bertujuan untuk kesejahteraan kaum buruh. Meski demikian, ia menggarisbawahi jika kenaikan ini harus disesuaikan dengan beberapa hal, yang membuatnya dapat proporsional. 

Sutrisno mengatakan seperti halnya rencana kenaikan UMP DKI Jakarta sebanyak 8,51 persen, dari yang sebelumnya adalah sebesar Rp 3.940.000 dan pada 2020 akan menjadi Rp 4.276.349. Ia menilai kenaikan itu harus proporsional dengan produktivitas pekerja yang juga meningkat.

Baca Juga

“Prinsipnya untuk kesejahteraan kaum buruh kami sepakat. Tentu, kenaikan seperti ini harus disesuaikan dengan produktivitas, misalnya tidak akan proporsional jika peningkatan aktivitas pekerja hanya tiga persen,” ujar Sutrisno kepada //Republika.co.id, Sabtu (2/11). 

Sutrisno juga mengingatkan bahwa saat ini sedang terjadi destruksi ekonomi di mana perkembangan digitalisasi dalam berbagai lini kehidupan terus mengalir deras dan tak terhentikan. Hal ini menjadi penyebab utama adanya perubahan dari penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin. 

Karena itu, Sutrisno mengatakan jika biaya yang berasal dari manusia terlalu mahal, maka para pelaku usaha akan berpindah untuk menggunakan tenaga mesin atau disebut juga olehnya sebagai proses robotitasi. Hal ini jika terjadi akan menciptakan masalah baru, yang akhirnya merugikan kaum pekerja. 

“Semakin banyak pengangguran, di mana suplai tenaga kerja semakin banyak dan upah untuk mereka turun, terutama di sektor-sektor informal yang tidak terlindungi oleh UMR,”  jelas Sutrisno.

Menurut Sutrisno, masalah-masalah seperti ini sudah terjadi di sejumlah negara Amerika Latin. Banyak pengusaha yang memilih untuk tidak menggunakan tenaga manusia dan akibatnya banyak orang yang bersedia untuk bekerja apa saja. 

Sutrisno juga mengatakan salah satu masalah yang dapat muncul dengan mahalnya tenaga manusia akan terjadi dalam industri padat karya, di mana tenaga manusia lebih banyak digunakan dibandingkan tenaga mesin. Termasuk dalam industri ini adalah sektor UMKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang merupakan salah satu pengaman saat terjadi kriris ekonomi di suatu negara. 

“Ketika dihadapkan situasi seperti itu, di mana upah yang tinggi untuk pekerja, manufacturing kecil akan kesulitan untuk itu. Ini perlu didiskusikan secara bersama untuk mencapai titik optimum yang tidak memberatkan semua pihak,” kata Sutrisno.

Hingga saat ini, Sutrisno mengatakan Apindo belum memiliki posisi tetap atas ketentuan perubahan UMP DKI Jakarta. Namun, ia menekankan bahwa hal-hal di atas adalah variabel yang perlu dipertimbangkan saat mengambil keputusan, yang diharapkan pemerintah tidak akan menuntut secara sepihak karena pelaksana utama dalam rencana itu adalah kalangan pengusaha. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement