REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Sebanyak 35 honorer di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung belum menerima gaji honor selama tujuh bulan bekerja. Alasan, Pemprov Lampung 35 honorer tersebut tidak termasuk dalam honorer yang masuk dalam anggaran dinas tersebut.
Kepala Divisi Ekonomi Sosial dan Budaya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung Sumaindra Jarwadi mengatakan, Pemprov Lampung telah melanggar aturan yang telah disepakati dengan tenaga honor tersebut. “Mempekerjakan orang pasti ada payung (aturan) hukumnya yang jelas dan mengikat. Kenapa tidak digaji,” katanya dalam konferensi pers di Bandar Lampung, Senin (4/11).
Menurut dia, seharusnya Pemprov Lampung memberikan solusi untuk puluhan honorer yang belum menerima haknya selama tujuh bulan. Bila tidak ada niat baik dari Pemprov Lampung, LBH akan mengajukan somasi kepada Pemprov Lampung dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tanjungkarang.
LBH memandang mempekerjakan tenaga honor di dinas atau instansi pemerintah tentu sudah ada dasar hukumnya. Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Pemprov Lampung atau DKP jelas berkekuatan hukum kedua belah pihak. Sampai saat ini, ujar Sumaindra, SK tersebut belum dicabut atau dibatalkan.
Menurut LBH, alasan Pemprov Lampung yang membalas surat ke LBH, bahwa tidak ada anggaran atau anggaran di DKP defisit, lalu dipertanyakan mengapa lembaga tersebut mengangkat tenaga honor. Hak pekerja tetap harus dipenuhi berdasarkan SK yang telah diterbitkan. “Kalau defisit, hak orang tetap dibayarkan,” ujarnya.
Dalam surat balasannya, Pemprov Lampung melalui Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Lampung Fahrizal Darminto, dalam suratnya bernomor 1821/702/02/2019 tertanggal 31 Oktober 2019, menyatakan, DKP sedang mengalami defisit anggaran sebesar Rp 28.572.000.000 yang mencakup seluruh kegiatan, serta DKP beranggapan tidak mungkin menganggarkan pembayaran gaji tersebut.
Dalam keterangan tertulisnya tersebut, Badan Keuangan Daerah Provinsi Lampung beranggarapn bahwa sudah terdapat 42 honorer yang tercatat di DKP, sehingga pengeluaran di luar 42 honorer tidak cukup tersedia di APBD.
Pertimbangan pemprov lainnya, Inspektorat Provinsi Lampung tidak memperkenankan untuk mengeluarkan uang tanpa mengikuti prosedur yang berlaku dari dokumen Rencana Kerja dan Anggaran. Sedangkan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung menyatakan penerbitan SK Gubernur Lampung yang menyangkut tenaga kontrak DKP tidak sesuai dengan mekanisme administrasif dan tidak diusulkan sehingga tidak ada perencanaan dan penganggaran.
Dalam surat balasan tersebut, Sekdaprov Lampung Fahrizal Darminto menyebutkan Pemprov Lampung masih akan kembali membahas permasalahan tenaga kontrak di DKP Lampung untuk mencarikan solusinya terbaiknya.
LBH menyatakan, SK Gubernur Lampung tentang Pengangkatan Tenaga Kontrak di Lingkunga Pemprov Lampung tahun 2019 merupakan Keputusan Tata Usaha Negara. Berdasarkan itu, ada yang harus diperhatikan yakni masih dalam masa berlaku, tidak dibatalkan atau dicabut oleh pembuat keputusan, dan tidak dinyatakan batal oleh pengadilan, maka perbuatan itu masih mengikat.
Menurut LBH, tidak ada alasan apapun Pemprov Lampung dan DKP tidak membayarkan honorarium tenaga kontrak tersebut, karena itu masih hak tenaga kontrak berdasarkan surat pengangkatannya. Seharusnya, Pemprov Lampung menerapkan asas-asas pemerintah umum yang baik.