Rabu 06 Nov 2019 06:19 WIB

BK DPRD Panggil William PSI

William mengaku tidak mempermasalahkan ada pihak yang melaporkannya.

Ketua DPRD DKI Jakarta terpilih Prasetyo Edi Marsudi (tengah) dan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufiq (kedua kiri), Abdurrahman Suhaimi (kedua kanan), Misan Samsuri (kiri), dan Zita Anjani (kanan) mengetuk palu saat memimpin rapat paripurna perdana usai pelantikan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin, (14/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua DPRD DKI Jakarta terpilih Prasetyo Edi Marsudi (tengah) dan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufiq (kedua kiri), Abdurrahman Suhaimi (kedua kanan), Misan Samsuri (kiri), dan Zita Anjani (kanan) mengetuk palu saat memimpin rapat paripurna perdana usai pelantikan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin, (14/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI berencana akan memanggil anggota DPRD DKI dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana terkait potensi pelanggaran kode etik yang dilaporkan oleh seorang warga bernama Sugiyanto pada Senin (4/11). Rencana pemanggilan ini merupakan hasil rapat BK DPRD DKI yang digelar pada Selasa (5/11).

Wakil Ketua BK DPRD DKI Oman Rohman Rakinda mengatakan, hasil rapat Pimpinan BK DPRD DKI dan perwakilan fraksi memutuskan, akan memanggil anggota DPRD DKI William Aditya Sarana atas laporan masyarakat kemarin. Ia mengatakan, BK DPRD DKI akan mendengar keterangan William merujuk laporan tersebut.

"Kami akan mengundang William untuk menjelaskan pada kami. Yah, bahasa kami mengundang Saudara William untuk menjelaskan apa yang terjadi. Kami nih ada sembilan fraksi, termasuk PSI, jadi nanti kami bisa bicarakan," kata Oman kepada wartawan, Selasa (5/11).

Ia mengatakan, rapat BK DPRD hari ini belum memutuskan apa pun soal apakah ada pelanggaran etik atau tidak. Baru sebatas tanggapan pimpinan BK, dan nanti pimpinan dewan tanggapannya seperti apa. Setelah itu, dia menambahkan, pimpinan BK akan rapat kembali. Rapat BK selanjutnya akan memanggil William. "Kemungkinan (pemanggilan) hari Senin," ujarnya.

Akan tetapi, itu masih jauh soal pembahasan etik. Karena, dia menyebut, pelanggaran etik harus dibuktikan juga. Selain itu, ia mengatakan, proses penilaian etik ini tetap memperhatikan hak-hak anggota DPRD dan kelembagaan kedewanan yang harus tetap dihormati.

"Harus ditegakkan, hak-haknya dilindungi, tapi juga secara kelembagaan kami sama-sama harus bisa menjaga muruah DPRD ini," kata dia.

Ketua BK DPRD DKI Jakarta Ahmad Nawawi menambahkan, walaupun anggota DPRD memiliki hak menyampaikan pendapat dan mengkritisi eksekutif, harus tetap profesional dan proporsional. Sebagai legislator dan sebagai anggota DPRD DKI termuda, seharusnya William menggunakan ruang yang dimilikinya untuk mempertanyakan langsung ke eksekutif.

"Posisi William di legislatif setara dengan gubernur di eksekutif. Jadi, bisa bertanya langsung sebenarnya," ujar Nawawi.

Selain itu, sebagai legislator, William mempunyai ruang untuk membahas langsung temuan mereka dalam rapat komisi. Sebab, anggaran janggal dokumen KUA-PPAS tersebut merupakan yang belum tetap.

Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi menilai, peran yang lebih bijak dilakukan legislator adalah mengkritisi draf KUA-PPAS dalam forum yang sudah disediakan bersama jajaran pemerintahan. Sebab, bagaimanapun hak penganggaran ada di DPRD.

"Kalau ada anggaran yang dianggap janggal, mari kita luruskan dengan pembahasan bersama agar anggaran tersebut matang dan bisa dipertanggungjawabkan," kata Prasetyo.

Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI, William Aditya Sarana, mengakui tidak mempermasalahkan soal laporan sebagian masyarakat ke BK DPRD terhadap dirinya. Ia menyatakan siap apabila nanti dipanggil BK DPRD menghadapi laporan atas dirinya.

"Saya siap menjalani prosesnya. Demi transparansi anggaran, saya siap hadir dan saya siap mempertaruhkan jabatan saya," ujar William.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menyebutkan kelemahan sistem e-budgeting dalam hal penganggaran seharusnya segera dikoreksi dan bukan malah diviralkan.

"Kami mengetahui (kelemahan sistem e-budgeting) ini sejak tahun lalu. Tapi, ya itu tadi, ya kami ini di pemerintahan. Kalau ada masalah, ya dikoreksi, diperbaiki, bukan diramaikan (diviralkan). Insya Allah, nanti segera beres," kata Anies.

Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan itu pun mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sistem e-budgeting lebih pintar dari sistem warisan pemimpin sebelumnya. Salah satu contoh kemampuan dari sistem terbaru itu adalah mampu mengecek detail anggaran hingga komponen yang tidak perlu dicek secara manual oleh manusia.

Sistem yang nantinya digunakan pada Januari 2020 itu diharapkan dapat membuktikan pembuatan anggaran di DKI Jakarta memiliki proses yang transparan. Sistem yang sudah ditingkatkan (upgrade) itu, menurut Anies, akan berbeda dari sistem saat ini yang digunakan dalam perancangan Kebijakan Umum APBD Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) 2019 yang memiliki banyak celah penyelewengan.

"Karena seperti sekarang, kalau ada penyimpangan seperti anggaran yang lucu-lucu itu, tidak bisa dibedakan ini adalah (akibat) kemalasan, ini adalah keteledoran, atau ini adalah titipan. Tidak bisa dibedakan itu. Mengapa? Ya, karena sistemnya bebas gitu," kata Anies.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement