REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) pada 30 Oktober 2019 menolak permohonan peninjauan kembali (PK) perusahaan sawit PT Waringin Agro Jaya (PT WAJ) sehingga mewajibkan perusahaan tersebut membayar kerugian dan biaya pemulihan lahan terbakar sebesar Rp466.468.991.700.
Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani dalam rilisnya diterima Kamis, (7/11) mengatakan PT WAJ di tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dinyatakan bersalah membakar lahan seluas 1.802 hektare (ha) pada 2014, hal itu di tetapkan berdasarkan putusan No.456/Pdt/G-LH/2016/PN.Jkt.Sel tanggal 7 Februari 2017.
Atas putusan itu PT WAJ harus membayar kerugian materiil sebesar Rp173.468.991.700 dan biaya pemulihan lingkungan Rp293.000.000.000. Kemudian tanggal 27 September 2017, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan PN Jaksel (No 492/PDT/2017/PT.DKI).
Selanjutnya pada 14 Februari 2018, PT WAJ mengajukan permohonan kasasi melalui PN Jakarta Selatan yang kemudian ditolak oleh MA dengan Putusan Kasasi No 1561 K/PDT/2018. PT WAJ kembali mengajukan PK dan MA menolak permohonan PK itu dengan Putusan No 805 PK/PDT/2019 tanggal 30 Oktober 2019.
Amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dikuatkan oleh Keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, sebagai berikut; mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; menyatakan gugatan ini menggunakan pembuktian dengan prinsip strict liability; menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada Penggugat melalui Rekening Kas Negara sebesar Rp173.468.991.700; menggugat Tergugat untuk melaksanakan pemulihan lingkungan hidup atas lahan yang terbakar seluas 1.626,53 ha agar dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya dengan biaya sebesar Rp293.000.000.000; menghukum Tergugat membayar biaya perkara yang hingga kini sebesar Rp426.000.
“Kami saat ini sedang mengumpulkan informasi mengenai aset PT WAJ sebagai data pendukung untuk diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar bisa dilaksanakan sita eksekusinya,” kata Dirjen Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani.
KLHK pada 28 Mei 2019 sudah mengajukan permohonan eksekusi, dan 4 Juli 2019 mengajukan Surat Permohanan Inkracht(berkekuatan tetap) melalui PN Jakarta Selatan. Tanggal 8 Juli 2019, KLHK menerima sudah pernyataan Inkracht van Gewijsde.
KLHK kemudian mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi yang dilanjutkan dengan pembayaran Surat Kuasa Untuk Membayar biaya pemanggilan teguran (Anmaning). Hingga putusan PK dikeluarkan MA, KLHK belum menerima relaas(surat) pemanggilan teguran dari PN Jakarta Selatan.