REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kunjungilah Menin Gate di Ypres, Belgia, Anda akan melihat nama-nama Muslim terpampang di plakat monumen. Peringatan itu didedikasikan bagi puluhan ribu tentara yang tewas dalam Perang Ypres selama Perang Dunia I.
Sejarawan militer Mayor Gordon Corrigan mengakui, peran tentara India Muslim sangat penting dalam Perang Dunia. Tanpa bantuan mereka yang memperkuat garis depan selama Perang Dunia I, Jerman mungkin telah menembus dan berhasil mencaplok pelabuhan di Selat Inggris. Sekitar 1,5 juta tentara India bertempur untuk Inggris selama Perang Dunia I-II. Mereka dikirim ke Italia, Prancis, Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tenggara.
Tentara India memberi kontribusi penting bagi Eropa selama Perang Dunia I-II. Lebih dari 1,5 juta pasukan India bertempur di bawah komando Inggris. Sebanyak 40 persen Muslim sedangkan lainnya berasal dari komunitas Hindu, Sikh, dan Buddha. Harus diingat, term India pada 1914-1918 merujuk pada negara 'India dan Pakistan modern'. Pasalnya, Pakistan baru terbentuk tahun 1947. Muslim Punjab dan Baluch--yang kini disebut Pakistan--yang paling menonjol di antara mereka.
Pada Agustus 1914, British Expeditionary Force mengalami kekalahan. Inggris pun menyerukan tentara India untuk mengisi kekosongan di barisan pertahanan. Sebanyak 28.500 tentara Angkatan Darat India pertama kali tiba di Marseilles pada 26 September. Mereka terdiri atas dua divisi tentara dan satu brigade kavaleri. Tentara India dikerahkan secara luas dalam pertempuran Ypres, Neuve Chapelle, Somme, Passchendaele, dan Mesopotamia.
Tentara India berjuang di semua medan, baik darat, laut, maupun udara. Dilansir dari situs resmi British Library, 24 orang Asia menyatakan kesediaan ketika Royal Air Force (RAF) membutuhkan pilot. Sebanyak 18 berhasil melewati pelatihan dan terbang pada misi pemboman Spitfires, Hurricanes, dan Lancaster. Salah satunya, pilot pesawat tempur Mahinder Singh Pujji, yang melayani RAF dan Indian Air Force. Dia membawa misi melintasi Selat Inggris dengan skuadron 43 dan 258 pada 1940-1941, selain di Afrika Utara dan Burma.
Peran lain yang tidak bisa dilupakan dijalankan oleh Noor Inayat Khan. Noor adalah putri seorang musikus dan guru sufi, keturunan langsung dari Sultan Tipu, penguasa Muslim abad ke-18 dari Mysore. Ia bergabung dengan Women's Auxiliary Air Force, kemudian dilatih sebagai operator nirkabel. Juni 1943, Noor ditugaskan di Paris sebagai agen rahasia untuk melanjutkan transmisi antara London dan Paris.
Di sana, ia dikhianati dan tertangkap. Meski berulang kali disiksa, ia menolak mengungkapkan perincian tugasnya. Pada September 1944, Noor ditembak mati pada usia 30 tahun. Secara anumerta, dia dianugerahi George Cross oleh Inggris tahun 1949.
Dalam Perang Dunia II, Angkatan Darat India kembali dipanggil untuk mendukung Inggris berperang melawan Jerman. Indian Comforts Fund didirikan pada Desember 1939 di Aldwych. Mereka menawarkan bantuan kemanusiaan dan menjaga tentara India yang ditempatkan di Inggris. Dana yang disediakan mencapai 1,7 juta paket makanan antara 1939-1945. Lembaga ini juga berkontribusi menyediakan pakaian hangat dan pendanaan untuk perbaikan fasilitas di rumah-rumah penginapan.
Keberanian dan dedikasi para tentara ini mendapat pengakuan Pemerintah Inggris. Delapan warga negara India dianugerahi gelar kehormatan militer tertinggi, Victoria Cross. Khudada Khan dari 129th Duke of Connaught's Own Baluchis adalah tentara India pertama yang meraih gelar itu. Khan seorang diri menahan serangan Jerman selama pertempuran pertama Ypress pada 31 Oktober 1914.
Pertanyaannya, apa yang memotivasi para tentara ini? Uang, salah satunya. Tak dimungkiri, mereka juga berperang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Penghasilan 11 rupee per bulan, akan berguna bagi keluarga petani yang kesulitan. Namun, tidak sedikit pula tentara yang menjalankan tugas sebagai sebentuk kehormatan. Gagasan izzah (kehormatan) adalah salah satu pertimbangan penting untuk merekrut tentara Muslim. Ucapan penerima Victoria Cross pertama asal India, Khudadad Khan, "Mati di medan perang adalah suatu kemuliaan", banyak dipegang oleh tentara Muslim India.
Sebagian pasukan India juga ada yang dikirim ke Jawa pada masa kolonialisme Inggris. Peter Carey dalam 'The Sepoy Conspiracy of 1815 in Java', Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volvenkunde 133, ia menuturkan adanya pasukan The Bengal Light Infantry Volunteer Battalion atau pasukan Sepoy di Jawa. Mereka bertugas di Jawa Tengah-selatan sejak November 1811.
Di Jawa, catat Carey, banyak serdadu ini melakukan desersi, lari ke istana, atau kawin dengan pribumi. Salah satu dari mereka bernama Nurngali, yang dilukiskan sebagai seorang 'dukun Bengali' dalam Babad Diponegoro. Ia bertugas sebagai dokter pribadi pangeran selama Perang Jawa. Lebih dari seabad kemudian, ketika pecah perang kemerdekaan pada 1945-1946, Inggris sadar bahwa menggunakan tentara Inggris-India untuk melawan kekuatan nasionalis Indonesia justru dapat berbuah malapetaka.