Selasa 12 Nov 2019 14:35 WIB

Indonesia Dukung Green Ship Strategy di ASEAN STOM

Ada banyak kapal tua yang berusia lebih dari 30 tahun di perairan ASEAN.

Indonesia sepenuhnya mendukung dan menyetujui draft Green Ship Strategy di ASEAN.
Foto: Foto : Humas Ditjen Hubla
Indonesia sepenuhnya mendukung dan menyetujui draft Green Ship Strategy di ASEAN.

REPUBLIKA.CO.ID, HA NOI - - Mengingat kekhawatiran yang berkembang tentang dampak gas rumah Kaca (GRK), upaya global dalam mengatasi masalah lingkungan telah dipercepat. Pada bidang transportasi laut, Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization/IMO) berkomitmen untuk beradaptasi dengan adanya perubahan iklim melalui pengurangan emisi dari kapal.

Menanggapi gerakan global untuk mengatasi masalah lingkungan dan untuk mengejar pembangunan berkelanjutan, ASEAN juga telah mulai mengambil tindakan. Di bawah Rencana Strategis Transportasi ASEAN, negara anggota ASEAN (ASEAN Member State/AMS) menetapkan tujuan khusus untuk mendorong penggunaan kapal ramah lingkungan atau "Green Ship".

Ada banyak kapal tua yang berusia lebih dari 30 tahun di perairan ASEAN sebagai kapal non-konvensi (Non-Convention Ship/NCS). Dengan demikian, inisiatif baru yang disebut 'Green Ship Strategy' untuk ASEAN diusulkan oleh Jepang, Mitra Dialog, untuk menargetkan pengurangan CO2 dari NCS.

Inisiatif ini disetujui dan diadopsi pada Pertemuan Para Menteri Transportasi ASEAN dan Jepang (ATM + Jepang) ke-14 yang diadakan pada bulan November 2016. ASEAN Green Ship Strategy diharapkan dapat ditandatangani oleh para Menteri Negara ASEAN pada pertemuan ATM tahun berikutnya. 

Berkaitan dengan hal tersebut, Kepala Seksi Keselamatan Kapal Barang dan Peti Kemas Ditjen Perhubungan Laut Capt. Richard Christian yang menjadi perwakilan Delegasi Ditjen Perhubungan Laut pada pertemuan ASEAN Senior Transport Officials Meeting (STOM) ke-48 dan ASEAN Transport Minister Meeting (ATM) ke-25 di Ha Noi mengatakan, Indonesia sepenuhnya mendukung dan menyetujui draft Green Ship Strategy di ASEAN.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim Pasal 36 huruf (d) menyebutkan bahwa kandungan sulfur pada bahan bakar harus memenuhi persyaratan dengan nilai maksimal 3,5 persen m/m sebelum 1 Januari 2020 dan 0,5 persen m/m sesudah 1 Januari 2020.

 “Menindaklanjuti PM 29 tahun 2014 tersebut, Ditjen Perhubungan Laut telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor SE 35 Tahun 2019 tanggal 18 Oktober 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Bahan Bakar Low Sulfur dan Larangan Mengangkut atau Membawa Bahan Bakar yang Tidak Memenuhi Persyaratan Serta Pengelolaan Limbah Hasil Resirkulasi Gas Buang dari Kapal,” ujar Richard.

Dia menambahkan, berdasarkan Surat Edaran tersebut, setiap kapal berbendera Indonesia dan kapal asing yang beroperasi di perairan Indonesia diwajibkan untuk menggunakan bahan bakar low sulfur dengan kandungan maksimal 0,5 persen m/m. Kewajiban ini dilakukan mulai 1 Januari 2020 jelang pemberlakuan aturan IMO 2020.

“Selain itu, larangan semua kapal yang berlayar di laut Indonesia untuk mengangkut bahan bakar yang tidak memenuhi persyaratan dan harus memiliki pengelolaan limbah hasil resirkulasi gas buang dari kapal,” ujar Richard.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement