REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Demokrasi dan Pemilu (Perludem) mengatakan permasalah dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak akan selesai jika partai politik (parpol) tidak membenahi diri. Pelaksanaan pilkada tak langung atau dikembalikan ke DPRD justru akan membatasi partisipasi politik warga dan akuntabilitas semakin terbatas.
"Pilkada langsung atau tidak langsung, kalau partainya tidak dibenahi tidak akan pernah menyelesaikan masalah, yang ada kembali kepada DPRD ruangnya semakin gelap," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini kepada wartawan, Selasa (12/11).
Ia mengatakan, hal itu juga bisa memicu konflik, misalnya, mantan narapidana akan lebih mudah untuk terpilih. Menurutnya, masyarakat bisa saja memilih orang yang tidak sejalan dengan kehendak masyarakat
Kemudian, ketika masyarakat menolak karena tidak tersedia mekanisme formalnya, yang terjadi bisa menimbulkan tindakan kekerasan sebagai penyaluran ketidakpuasan. Selain itu, kalau pemerintah akan memutuskan pilkada asimetris atau sistem pilkada yang berbeda di daerah baik langsung maupun tidak, harus ada kajian yang mendalam.
Salah satunya, kata dia, pemerintah harus menyusun indikator untuk menentukan daerah melaksanakan pilkada langsung atau pilkada oleh DPRD. Penentuan indikator tersebut harus dilakukan terbuka, transparan, dan partisipatif, tidak bisa kemudian elitis dan eksklusif.
"Jangan istilahnya sapu rata semua daerah kemudian ingin tidak langsung karena ya, tadi kita tahu ternyata pilkada secara perlahan berhasil menjadi sumber rekruitmen politik nasional," kata dia.
Penyusunan indikator itu juga harus melibatkan para pemangku kepentingan terkait, partai politik, pemerintah, penyelenggara pemilu, masyarakat, tokoh masyarakat, dan media. Salah satu pertimbangannya, di beberapa negara terjadinya konflik karena keragaman tidak bisa didekati dengan pendekatan kontestasi elektoral.
"Tetapi harus ada pendekatan yang sifatnya lebih mengedepankan kearifan lokal, ini yang haruss dibuka ruang diskusi itu," tutur Titi.