REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pembahasan rencana kerja anggaran untuk RAPBD 2020 di Komisi B DPRD Kota Yogyakarta dengan sejumlah mitra kerja di pemerintah daerah setempat terus berjalan. Salah satu pembahasan yang mendapat tanggapan beragam adalah rencana pembentukan BPR Syariah.
“Dari kajian yang dilakukan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, pembentukan BPR Syariah cukup menjanjikan. Ada potensi pengembangan pendapatan asli daerah,” kata Anggota Komisi B dari Fraksi PKS Nurcahyo Nugroho di Yogyakarta, Selasa (12/11).
Ia mencontohkan salah satu BPR Syariah yang memiliki perkembangan baik adalah BPR Syariah di Sragen, Jawa Tengah, yang mampu mengembangkan aset hingga lebih dari 10 kali lipat dari modal awal yang dimiliki yaitu dari modal Rp 12 miliar berkembang menjadi aset senilai Rp 180 miliar. BPR Syariah di Sragen tersebut juga sudah memiliki empat cabang dan lima kantor kas.
Untuk kebutuhan dasar hukum pembentukan BPR Syariah, Nurcahyo mengatakan sudah ada pembahasan internal di Komisi B DPRD Kota Yogyakarta dengan Bagian Perekonomian Pengembangan Pendapatan Asli Daerah dan Kerja Sama (P3ADK) Kota Yogyakarta terkait hal tersebut.
Pemerintah Kota Yogyakarta, lanjut dia, berencana menyerahkan naskah akademik dan rapeda BPR Syariah untuk dimasukkan dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) 2020. Sementara itu, Anggota Komisi B DPRD Kota Yogyakarta dari Fraksi PDIP Foki Ardiyanto justru memiliki pandangan yang berbeda yaitu meminta pemerintah untuk menunda rencana pembentukan BPR Syariah.
“Sudah ada Bank Jogja. Bank pemerintah ini yang perlu dioptimalkan kinerjanya. Apalagi, Bank Jogja akan menerima tambahan penyertaan modal yang jumlahnya cukup besar secara bertahap,” katanya.
Kewajiban Pemerintah Kota Yogyakarta untuk menyertakan modal, lanjut Foki, tidak hanya ditujukan untuk Bank Jogja saja tetapi pemerintah juga memiliki kewajiban menyerahkan penyertaan modal pada PDAM Tirtamarta dan BPD DIY pada 2021.
“Tentunya, kondisi keuangan daerah ini yang perlu menjadi pertimbangan. Membentuk BPR Syariah pasti membutuhkan penyertaan modal dan kebutuhan sumber daya manusia yang banyak,” katanya.
Selain kebutuhan modal, kata Foki, hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah keberadaan dasar hukum karena Bapemperda DPRD Kota Yogyakarta belum memutuskan apakah raperda BPR Syariah akan dimasukkan dalam Propemperda 2020. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar rencana alokasi anggaran untuk persiapan pendirian BPR Syariah pada RAPBD 2020 bisa ditunda terlebih dulu.