Rabu 13 Nov 2019 06:13 WIB

Hikmah di Balik Tidur Bagi Manusia Menurut Imam Al-Ghazali

Tidur merupakan batas kehidupan dan kematian bagi manusia.

Ilustrasi Anak Laki Laki Sedang Tidur
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ilustrasi Anak Laki Laki Sedang Tidur

REPUBLIKA.CO.ID, Tidak ada aktivitas yang paling menyita waktu kecuali tidur. Umumnya sepertiga waktu manusia dihabiskan untuk tidur. Alokasinya lebih banyak dibanding waktu untuk bekerja, belajar, bermain, atau menjalankan ibadah ritual. 

Ada sebuah hitung-hitungan menarik dari Imam al-Ghazali. "Andai seseorang tidur selama delapan jam sehari, maka dalam usia 60 tahun, ia telah tidur selama 20 tahun. Tinggal usianya 40 tahun digunakan antara beribadah, bermain, melakukan kesia-siaan, dan maksiat".

Baca Juga

Tidur adalah tanda kebesaran sekaligus nikmat yang Allah SWT karuniakan pada manusia. Difirmankan, Dan di antara ayat-ayat-Nya adalah tidur kamu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan (QS ar-Ruum [30]: 23).

Ada banyak hikmah dari tidur. Dengan tidur kesehatan tubuh manusia terjaga. Dengan tidur pikiran manusia yang kusut bisa jernih kembali. Dengan tidur pula manusia bisa bermimpi. Dan mimpi adalah salah satu kebesaran Allah sekaligus tanda-tanda kenabian. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada yang tertinggal dari kenabian kecuali kabar baik. Dan kabar baik itu adalah mimpi yang baik" (HR Bukhari)

Karena itu, tidak mungkin ada manusia yang tidak pernah tidur. Semua pasti membutuhkan tidur, walau intensitasnya berbeda-beda. Bayi misalnya, saat baru dilahirkan membutuhkan tidur sekitar 14 sampai 16 jam, sebab tubuhnya sedang berkembang cepat sehingga mudah lelah. Setelah berusia enam bulan dia akan tidur selama 12 sampai 13 jam sehari. 

Orang dewasa biasanya tidur antara tujuh sampai delapan jam sehari, atau kurang dari jumlah itu. Demikianlah, tidur adalah kebutuhan primer manusia. Sama halnya dengan kebutuhan manusia terhadap udara, air, makanan, atau pakaian.

Tidur hakikatnya adalah kematian yang tertunda. Begitulah Alquran memberitakan. Dalam QS az-Zumar [39] ayat 42 Allah SWT berfirman, "Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan memegang jiwa (orang yang belum mati) di waktu tidurnya. Maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan kembali jiwa orang (yang tidur, menjadi hidup kembali ketika bangun) sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya yang demikian itu merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang mau berpikir."

Apa makna ayat ini? Allah SWT menempatkan nafs atau nyawa dalam wadah yang tidak kekal. Wadah tersebut bernama badan (jasmani). Bila wadah tersebut rusak, hingga menimbulkan kematian, maka Allah SWT akan memisahkan nafs tersebut dengan pemisahan yang sempurna.

Dalam tidur pun terjadi pemisahan, tetapi pemisahannya tidak sempurna. Karena itu, nafs (nyawa) bagi yang tidur akan kembali pada wadah yang menampungnya. Sehingga ia dapat bangun kembali sampai tiba masa pemisahan yang sempurna saat kematiannya. Demikian komentar Dr Quraish Shihab tentang ayat tersebut.

Rasulullah SAW pun dalam beberapa hadisnya mempersamakan tidur dengan kematian. Ketika hendak tidur misalnya, beliau selalu berdoa, "Ya Allah dengan nama-Mu aku hidup dan mati" (HR Bukhari). Saat terjaga beliau pun membaca doa yang hampir serupa, "Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan hanya kepada-Nya kami dibangkitan" (HR Bukhari dan Muslim). 

 

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement