Rabu 13 Nov 2019 08:21 WIB

Tren Minimarket tidak Selamanya Terjadi

Supermarket melakukan transformasi sebagai kreasi menghadapi pergeseran pembeli.

Wanita melintasi rak makanan bayi di sebuah supermarket.
Foto: EPA
Wanita melintasi rak makanan bayi di sebuah supermarket.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta menyebutkan, pergeseran preferensi masyarakat dari supermarket dan hypermarket ke minimarket tidak dapat dihindari. Dalam menghadapinya, dibutuhkan kreativitas dan inovasi dari pelaku ritel berskala besar itu.

Tutum menuturkan, pergeseran preferensi itu tidak hanya terjadi di Indonesia. Penyebabnya, masyarakat dunia kini semakin menginginkan belanja yang cepat dan dalam kuantitas sedikit.

"Ini perubahan zaman, perubahan perilaku," ujarnya ketika ditemui dalam acara Musyawarah Nasional Aprindo di Jakarta, Selasa (12/11).

Meski sudah menjadi tren, Tutum menyebutkan, hipermarket dan supermarket tidak hanya berdiam diri. Beberapa di antaranya sudah melakukan transformasi sebagai bentuk kreasi mereka dalam menghadapi pergeseran preferensi masyarakat.

Salah satu contoh yang diberikan Tutum adalah Grup Transmart dengan konsep one stop shopping. Di ritel mereka, konsumen tidak hanya datang berbelanja, melainkan mendapatkan pengalaman lain seperti bermain di wahana yang telah disediakan ataupun menikmati kuliner.

"Jadi, dia (pengusaha ritel) tidak serta merta menjual produk saja," katanya.

Hanya saja, Tutum mengakui, dampak dari inovasi tersebut tidak langsung membuahkan hasil signifikan. Sebab, preferensi masyarakat cenderung sulit diubah dengan sekadar menawarkan kreasi baru. Apabila inovasi itu tidak membuahkan hasil dalam kurun waktu satu hingga dua tahun, biasanya ritel akan memberikan hal baru.

Tapi, Tutum memproyeksikan, popularitas minimarket tidak akan selamanya berada di jajaran teratas ritel modern. Sebab, akan tetap ada perubahan dan siklus yang memungkinkan hypermarket dan supermarket kembali muncul sebagai top player.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyebutkan, pertumbuhan konsumsi Fast Moving Consumer Goods (FMCG) periode September 2018 hingga September 2019 hipermarket dan supermarket mengalami kontraksi 5,8 persen. FMCG merupakan barang kebutuhan sehari-hari yang sifatnya cepat habis.

Sedangkan, pertumbuhan konsumsi FMCG di minimarket mampu tumbuh hingga double digit, yakni 12 persen. "Penurunan pangsa pasar ritel tradisional (re: hypermarket dan supermarket) harus segera ditangani agar tidak timbulkan gejolak sosial," tutur Agus.

Agus mengatakan, penurunan konsumsi di ritel berbentuk hipermarket dan supermarket menggambarkan perubahan gaya konsumsi masyarakat. Dari yang semua gemar berbelanja dalam skala besar, kini cenderung memilih belanja dengan kuantitas rendah.

Selain itu, Agus menambahkan, keberadaan minimarket yang lebih tersebar menyebabkan masyarakat lebih akrab dengan ritel jenis itu. Terlebih, lokasinya lebih mudah dijangkau karena banyak di antara mereka yang memilih membangun minimarket dekat perumahan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement