REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyebutkan, proses deradikalisasi tidaklah sederhana. Mahfud menyebutkan, ada beberapa cara deradikalisasi yang dapat dilakukan.
"Nantilah, kan deradikalisasi tidak sesederhana itu," ujar Mahfud kepada wartawan di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta Pusat, Kamis (14/11).
Mahfud mengatakan, proses deradikalisasi yang tidak sederhana itu dapat dilakukan melalui beberapa cara. Jika seseorang radikal dan melakukan tindakan melanggar hukum, maka dapat dibawa ke jalur hukum. Jika yang mereka lakukan adalah tindakan-tindakan secara ideologis, maka dapat dilawan dengan menggunakan wacana.
"Kalau tindakan melanggar hukum ya dibawa ke hukum, kalau tindakan ideologis dibawa ke wacana, kalau tindakan ujaran kebencian dibawah ke KUHP. Itu tidak bisa sederhana, gimana deradikalisasinya itu tiga cara itu tadi," terangnya.
Sebelumnya, ia telah menjelaskan pengertian radikal bagi hukum di Indonesia. Menurutnya, ada tiga jenis radikal, yakni takfiri, jihadi, dan pemikiran atau ideologis.
"Bagi hukum kita, radikal itu setiap upaya untuk membongkar sistem yang sudah mapan, yang sudah ada dalam kehidupan bernegara, dengan cara kekerasan. Dengan cara melawan orang lain yang berbeda dengan dia," ujar Mahfud dalam pertemuan dengan tokoh masyarakat di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (11/11) malam.
Dia kemudian menyebutkan, radikal terbagi menjadi tiga. Pertama, dalam bentuk takfiri, yang berkaitan dengan agama. Menurutnya, tindakan radikal dalam bentuk takfiri itu selalu mengatakan orang lain yang berbeda sebagai kafir dan kemudian memusuhi, bahkan mendiskriminasi orang lain tersebut.
"Sebenarnya mau bilang kafir nggak apa-apa. Mau berkesimpulan orang lain kafir kan nggak apa-apa. Tapi jangan dimusuhi. Karena kafir lalu didiskriminasi, selalu diejek, dimusuhi. Itu takfiri," jelasnya.
Kemudian yang kedua adalah radikal jihadi, yakni orang yang melalukan tindakan radikal berupa pembunuhan, dalam bentuk pengeboman misalnya. Radikal yang ketiga, kata Mahfud, adalah radikal secara ideologis atau pemikiran. Menurut Mahfud, jenis radikal ketiga itu selalu bergerak.
"'Pokoknya ini harus diganti sistemnya,' gitu. Nah yang satu dan dua ada hukumnya. Bisa ujaran kebencian yang pertama, yang kedua terorisme. Yang ketiga, itu harus dilawan dengan wacana juga," terang dia.
Dia pun mengaku tidak pernah memerintahkan orang lain yang berwacana seperti itu ditangkapi. Berbeda dengan orang yang melakukan pengeboman maupun menjelek-jelekan orang lain yang memamg bisa diproses secara hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Tapi kalau orang berdiskusi ya kita layani diskusi. Maka saya katakan, kita layani diskusi tanpa harus menindak mereka secara hukum karena secara hukum itu sudah ada aturannya," tutur dia.