Jumat 15 Nov 2019 10:48 WIB

Bangkai Babi Mencemari Sungai dan Danau, Bagaimana Hukumnya?

Warga ragu memanfaatkan air sungai dan danau yang tercemar bangkai babi.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
Personel Babinsa TNI mengangkat bangkai babi dari aliran Sungai Bederah, untuk dikubur, di Kelurahan Terjun, Medan, Sumatera Utara, Selasa (12/11/2019).
Foto: Antara/Septianda Perdana
Personel Babinsa TNI mengangkat bangkai babi dari aliran Sungai Bederah, untuk dikubur, di Kelurahan Terjun, Medan, Sumatera Utara, Selasa (12/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --- Penemuan ratusan bangkai babi di Sungai Bedera dan Danau Siombak, Medan, Sumatera Utara telah membuat resah masyarakat. Warga pun ragu memanfaatkan air sungai yang sudah tercemari bangkai babi. 

Bahkan sejumlah warga enggan untuk mengonsumsi ikan yang dijual hasil tangkapan nelayan dari sungai Bedera maupun di Danau Siombak. Lalu bagaimana hukum fikih membahas tentang bangkai babi yang berada di sungai maupun danau?

Baca Juga

Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis menjelaskan berdasarkan hukum fikih setiap air yang mengalir seperti air sungai dan danau hukumnya tidak najis kendati terdapat benda najis di dalamnya. Karenanya air di Sungai Bedera dan Danau Siombak pun dihukumi tidak najis karena airnya mengalir.

"Sungai yang ada bangkai babinya selama dia tidak berubah warna, bau, dan rupanya menjadi warna dan bau bangkai maka airnya masih suci," kata Kiai Cholil kepada Republika.co.id pada Jum'at (15/11). 

Namun bagaimana dengan ikan yang berada di sungai Bedera maupun Danau Siombak, apa juga terkena najis dan bagaimana hukum memakannya? Terhadap ikan yang berada di sungai Bedera dan Danau Siombak,  Kiai Cholil menjelaskan selama airnya bersih dan suci tak terkotori bangkai babi hukumnya halal. Terkecuali jika didapati ada daging babi dalam ikan, maka ikan tersebut tekena najis dan harus disucikan sesuai fikih. 

"Hukum makan gimana, selama airnya bersih dan tidak terkotori babi ya hukumnya halal kecuali memang umpamanya seperti ikan kemudian di dalamnya ada daging babinya maka dia menjadi najis. Dengan cara disucikan kalau dia najisnya babi harus dibasuh tujuh kali salah satunya menggunakan debu atau tanah," katanya. 

Kendati demikian, menurut Kiai Cholil bagi masyarakat yang sudah merasa tidak nyaman dan ragu akan kesucian ikan, maka hukumnya makruh. "artinya sebaiknya kita tidak makan ikan yang ada di sungai itu," katanya. 

Begitupun yang dijelaskan Komisi Fatwa MUI, KH Asrorun Ni'am. Menurutnya air sungai termasuk suci dan mensucikan. Karenanya hewannya halal untuk di konsumsi sekalipun dalam aliran airnya tercampur barang najis. Kiai Ni'am pun mengimbau masyarakat yang mendapati bangkai babi tidak ragu untuk menguburnya untuk mencegah penyakit dan pencemaran. 

"Perlu ada komitmen untuk perilaku bersih dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, akibat buang sampah dan limbah sembarangan, kalau ada bangkai, perlu ditanam untuk mencegah terjadinya penyakit dan pencemaran," katanya.

Tercatat ada sebanyak 5.800 ekor babi di 11 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang dilaporkan mati akibat virus Hog Cholera atau kolera babi. Diantaranya di Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Medan, Karo, Toba Samosir, Serdang Bedagai, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Samosir. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement