REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerimaan pajak sepanjang Januari sampai Oktober mencapai Rp 1.018,47 triliun atau masih 64,56 persen terhadap target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, Rp 1.577,56 triliun. Rata-rata sektor penerimaan pajak justru mengalami kontraksi.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan berdasarkan jenis pajak, hanya segelintir yang mengalami pertumbuhan, seperti Pph Pasal 21, Pph Pasal 22, Pph Pasal 25/29 orang pribadi, dan PPnBM Impor.
Pertumbuhan PPh pasal 21 sudah mencapai Rp 121,27 triliun atau tumbuh 9,8 persen. "Ini menunjukkan, performa karyawan masih tumbuh," kata Suryo, Senin (18/11).
Jenis pajak tersebut masih menjadi salah satu kontributor utama dalam pertumbuhan penerimaan pajak. Kinerja PPh 21 diperkirakan akan tetap kuat seiring dengan stabilnya fundamental ketenagakerjaan Indonesia. Hal ini tercermin pada data ketenagakerjaan BPS untuk Agustus 2019 yang memperlihatkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun menjadi 5,28 persen dari 5,34 persen pada tahun lalu.
Performa pajak dari orang pribadi yang membaik juga terlihat dari PPh Pasal 25/29 orang pribadi (OP). Pertumbuhannya mencapai 16,35 persen (yoy).
"Meski masih melambat dibandingkan tahun kemarin, masih tumbuh dua digit dan pertumbuhannya juga teratas," ujar Suryo.
Sri Mulyani menilai, pertumbuhan penerimaan pajak dari OP menunjukkan turning point. Sebab, sepanjang kuartal ketiga, PPh pasal 21 tercatat sempat mengalami perlambatan dengan pertumbuhan minus 0,82 persen.
Sementara itu, PPnBM impor tumbuh 14,98 persen menjadi Rp 3,97 triliun. Pph 22 tumbuh 6,84 persen menjadi Rp 14,67 triliun.
Sisanya, penerimaan pajak mengalami kontraksi. Seperti, Pajak Badan yang kontraksi 0,7 persen menjadi Rp 192,6 triliun, PPN Dalam negeri minus 2,42 persen menjadi Rp 234,8 triliun. Lalu, PPh 22 impor minus 0,91 persen menjadi Rp 44,98 triliun, PPN impor minus 7,25 persen menjadi Rp 140,68 triliun.
Sampai dengan Oktober, Menteri Keuangan PPN dalam negeri juga menghadapi kondisi yang sama. Sepanjang kuartal ketiga, jenis pajak ini tumbuh negatif 3,89 persen yang membaik pada Oktober dengan tumbuh positif sampai 2,72 persen. Sri menyebutnya sebagai kondisi pembalikan arah.
"Ini sesuatu yang harus kita perhatikan secara positif," katanya.