REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Di tengah-tengah aksi demonstrasi rusuh di Baghdad Irak, pertengahan bulan Oktober, seseorang menyelinap. Dia adalah Mayor Jenderal Qassim Suleimani, kepala Pasukan Quds Iran.
Dia datang untuk membujuk sekutu di Parlemen Irak untuk membantu perdana menteri Irak Adil Abdul Mahdi memegang kendali. Itu bukan kali pertamanya dia dikirim ke Baghdad untuk memegang kendali tentang kerusuhan di Irak. Upaya Iran untuk menopang Mahdi adalah bagian dari kampanye panjang untuk mempertahankan Irak sebagai negara klien yang ramah.
New York Times (NYT) membeberkan dokumen yang secara gamblang mengungkapkan potret terperinci soal seberapa agresif Teheran campur tangan dalam urusan Irak, dan tentang peran unik Jenderal Suleimani. Dokumen-dokumen tersebut terkandung dalam arsip rahasia intelejen yang diperoleh The Intercept yang dibagikan ke NYT.
Kebocoran dokumen yang belum pernah terjadi sebelumnya itu mengekspos pengaruh besar Iran di Irak, merinci soal mata-mata Iran untuk mengkooptasi para pemimpin negara, membayar agen Irak untuk Amerika, dan menyusup ke setiap aspek kehidupan politik, ekonomi, dan agama di Irak. Dokumen itu juga turut memuat laporan pengeluaran dari para pejabat kementerian intelijen di Irak, termasuk satu yang berjumlah total 87,5 euro yang dihabiskan untuk hadiah seorang komandan Kurdi.
Menurut salah satu arsip intelijen Iran yang bocor, Mahdi, yang di pengasingan bekerja sama dengan Iran ketika Saddam Hussein berkuasa di Irak, memiliki hubungan khusus dengan IRI (Republik Islam Iran) ketika ia adalah menteri perminyakan pada 2014. Sifat pasti dari hubungan itu tidak dirinci dalam dokumen, dan, sebagaimana seorang mantan pejabat senior AS memperingatkan, hubungan khusus dapat berarti banyak hal. Hal itu tidak berarti dia adalah agen dari Pemerintah Iran.
Meski demikian, tidak ada politisi Irak yang bisa menjadi perdana menteri tanpa restu Iran. Mahdi, ketika dia mendapatkan jabatan perdana menteri pada 2018, dipandang sebagai kandidat yang diperoleh dengan cara negosiasi yang dapat diterima baik oleh Iran maupun Amerika Serikat (AS).
Dokumen yang bocor juga membeberkan pandangan luar biasa di dalam rezim rahasia Iran. Dokumen merinci sejauh mana Irak telah jatuh di bawah pengaruh Iran sejak invasi Amerika pada 2003 yang mengubah Irak menjadi pintu gerbang bagi kekuatan Iran. Hal itu menghubungkan geografi dominasi Republik Islam dari pantai Teluk Persia ke Laut Mediterania.
Dokumen-dokumen itu juga menunjukkan bagaimana Iran di setiap kesempatan telah mengalahkan AS dalam perlombaan dalam hal kuat sosok negara yang berpengaruh. Arsip itu terdiri atas ratusan laporan yang ditulis pada 2014 dan 2015 oleh petugas Kementerian Intelejen dan Keamanan Iran atau MOIS yang bertugas di lapangan di Irak. MOIS (CIA-nya Iran) memiliki reputasi sebagai agen analitis dan profesional, tetapi badan itu sering mendapat penolakan dari organisasi yang lebih ideologis, Pengawal Revolusi Iran.
Menurut dokumen itu, banyak pejabat politik, militer, dan keamanan Irak memiliki hubungan rahasia dengan Teheran. Dokumen 2014 mendeskripsikan hubungan khusus Mahdi dan beberapa anggota penting kabinet mantan Perdana Menteri Haider al-Abadi memiliki hubungan dekat dengan Iran.
Seorang analis politik dan penasihat Irak untuk pemerintah Iran, Gheis Ghoreishi, membenarkan bahwa Iran telah memfokuskan pada penanaman pejabat tingkat tinggi di Irak. "Kami memiliki banyak sekutu di antara para pemimpin Irak yang bisa kami percayai dengan mata tertutup," katanya.
Menurut dokumen, setelah penarikan pasukan AS pada 2011, Iran bergerak cepat intuk menambahkan mantan informan CIA ke daftar bayaran mereka. Satu bagian catatan dalam dokumen yang tak bertanggal menunjukkan, bahwa Iran tengah memulai proses merekrut mata-mata di dalam Departemen Luar Negeri. Tidak dengan jelas tercatat, tetapi Iran telah bertemu dnegan sumbernya dan menawarkan untuk menghargai aset potensial dengan gaji, koin emas, dan haidah lainnya.
Pejabat Departemen Luar Negeri Irak itu tak disebutkan namanya, tetapi orang tersebut dideskripsikan sebagai seseorang yang akan dapat memberikan wawasan intelejen ke dalam rencana pemerintah AS di Irak, apakah itu berurusan dengan ISIS atau operasi rahasia lainnya. "Intensi subjek dalam berkolaborasi akan bersifat finansial," kata laporan tersebut.