REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan bahwa pengamanan khusus terkait dengan penyelenggaraan Reuni 212 tidak diperlukan. Hal itu ia sampaikan merespons rencana Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GPNF) Ulama di Lapangan Monumen Nasional (Monas) Jakarta untuk mengadakan aksi tahunan tersebut.
"Enggak perlu (pengamanan khusus)," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis.
Menurut Mahfud, aparat kepolisian sudah memiliki protap dalam melakukan pengamanan aksi-aksi yang digelar oleh masyarakat. Dengan begitu, petugas tinggal menjalankan standard operating procedure (SOP).
"Artinya, sudah ada SOP-nya. 'Kan aparat kita sudah bagus, kok," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
Suasana masa mengikuti reuni aksi 212 di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Ahad, (2/12/2018).
Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GPNF) Ulama Yusuf Muhammad Martak memastikan pihaknya akan menggelar Reuni 212. Helatan itu rutin diselenggarakan tiap 2 Desember sejak 2017.
"Jadi, reuni itu pasti akan diadakan setiap tahun karena sudah berjalan dua periode, yakni 2017 dan 2018. Jadi, pada tahun 2019 reuni akan diadakan lagi," kata Yusuf di Gedung Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, Selasa (5/11).
Yusuf berharap jumlah peserta tidak akan jauh berbeda dengan partisipan pada tahun lalu. Soal jam penyelenggaraan, belum dapat dipastikan.
"Apakah dimulainya tengah malam menjelang pagi hingga selesai pagi hari atau dimulai pagi hari, itu masih menjadi pembahasan," katanya.
Peserta aksi reuni 212 memadati kawasan Monas di Jakarta, Ahad (2/12/2018).
Yusuf mengatakan bahwa penyelenggaraan reuni pada tahun ini akan terlepas dari unsur politik. Terlebih, momennya tidak bebarengan dengan perhelatan politik.
"Mudah-mudahan yang hadir dahulu punya waktu, keuangan, dan sebagainya dan tidak hanya karena ada momen-momen pilpres. Akan tetapi, itu tidak menjadi suatu target bagi kami mengenai jumlah. Semangat dan kebersamaan tetap harus kami jaga," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi mengatakan bahwa Reuni 212 agar berlangsung dengan damai tanpa anarkis. Aksi menyampaikan pendapat di ruang publik, kata dia, tidak dilarang di Indonesia karena bagian dari demokrasi dan hak asasi berekspresi.
Di negara demokrasi, menurut dia, negara yang menjunjung tinggi hak asasi. Ia mengingatkan agar upaya menyampaikan pendapat dilakukan cara yang baik, dengan akhlak yang baik, dan juga tentunya yang mengindahkan ketertiban agar tak sampai kegiatan itu justru mengganggu hak orang lain.
"Saya kira keinginan berkumpul, menyampaikan berpendapat, saya kira sah-sah saja sepanjang sesuai dengan koridor hukum," ucapnya.