Kamis 21 Nov 2019 17:02 WIB

Ini yang Memicu Perceraian di Tasikmalaya

Mayoritas perkara perceraian disebabkan kurangnya pemahaman tentang rumah tangga

Ilustrasi Sidang Perceraian
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Sidang Perceraian

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya mencatat angka perceraian di "Kota Santri" itu cukup tinggi. Dalam satu tahun, rata-rata 2.000 perkara perceraian yang ditangani Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya.

Panitera Muda Hukum, Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya, Yayah Yulianti menyebutkan, banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka perceraian di wilayahnya itu. Mayoritas perkara perceraian disebabkan kurangnya kesadaran pasangan suami istri dalam memandang kehidupan rumah tangga.

"Kalau kehidupan rumah tangga dipandang secara benar, tidak akan terjadi perceraian seberat apapun masalah," kata dia saat ditemui Republika, Kamis (21/11).

Selain kurangnya pemahaman, lanjut dia, gaya hidup atau tren kehidupan sosial juga ikut berpengaruh akan tingginnya tingkat perceraian. Akibatnya, salah satu pihak dari pasangan suamk istri tak merasa puas dengan kehidupan yang dijalaninya.

Ia mencontohkan, istri tak puas dengan pendapatan suami, begitu juga sebaliknnya. Menurut dia, masalah yang muncul bukan karena ekonomi tidak mencukupi, tapi juga gaya hidup yang konsumtif.

Berdasarkan data yang diterima Republika, pada 2018 terdapat 2.113 perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya. Sebanyak 1.905 merupakan perkara perceraian, 481 perkara cerai talak dan 1.424 cerai gugat. Sementara, selama Oktober 2019 terdapat 61 perkara cerai talak dan 167 cerai gugat yang masuk.

Yayah mengatakan, pasangan yang bercerai rata-rata masih berusia produktif, antara 20-40 tahun. Usia pernikahan mereka umumnya masih di bawah 10 tahun. Sementara pasangan yang hendak cerai rata-rata menikah pada usia 16-25 tahun.

Ia mengakui, Pengadilan Agama tak jarang memberikan dispensasi kepada pasangan yang ingin menikah, tapi belum memenuhi syarat seperti belum cukup umur. Namun, hakim biasanya memberi nasihat kepada calon mempelai.

"Kalau usia tinggal dua bulan lagi, pasangan diminta menunggu. Tapi kebanyakan yang sudah ke sini sudah kejadian (hamil). Anak SMP keluar SD ada. Hampir 100 persen sudah hamil. Majelis pun memberi dispensasi untuk kemaslahatan," kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement