REPUBLIKA.CO.ID, Pembentukan Baitul Hikmah pada masa Dinasti Abbasiyah mampu menjadi magnet pengetahuan dan peradaban dunia. Baghdad di bawah kepemimpinan Harun al-Rasyid kala itu menjadi pusat peradaban dunia berkat maju dan berkembangnya Baitul Hikmah.
Dari sektor pendidikan, Kota Baghdad yang di dalamnya terdapat Baitul Hikmah mampu mencetak generasi alim di bidang agama hingga sains. Sebut saja al-Battani, al-Kindi, al-Ghazali, al-Khawarizmi, hingga al-Farabi.
Di masa awal pendirian Baitul Hikmah, khalifah Harun al-Rasyid memfungsikannya sebagai perpustakaan pribadi. Namun pada masa pemerintahan anaknya, yakni al-Ma’mun, fungsi Baitul Hikmah diperluas menjadi lembaga pendidikan formal dan juga pusat laboratorium.
Dalam berbagai literatur Islam kontemporer dan modern, banyak diceritakan mengenai pengalaman spiritual al-Ma’mun yang menjadikannya bertekad mengembangkan Baitul Hikmah. Alkisah beliau bermimpi bertemu dengan seorang yang tua dan menjelaskan padanya nilai-nilai filsafat.
Di mimpi tersebut al-Ma’mun berdiskusi dengan si orang tua mengenai banyak hal. Di kemudian hari, mimpi tersebut menyadarkannya bahwa kemungkinan besar orang tua itu adalah Aristoteles yang memintanya menerjemahkan karyanya ke dalam bahasa Arab agar tak lekang zaman.
Kemudian al-Ma’mun mengumpulkan seluruh ahli ilmu pengetahuan dari berbagai bidang dan meneguhkan konsistensinya untuk menjadikan Baitul Hikmah sebagai lembaga pengetahuan yang profesional. Al-Ma’mun kemudian didapuk menjadi penanggung jawab pembangunan Baitul Hikmah pada 815 Masehi.
Dalam buku History of the Arab karya Phillip Khuri Hitti disebutkan, era penerjemahan naskah-naskah di Baitul Hikmah kelak disertai dengan era penulisan karya-karya mumpuni. Buku-buku berkualitas semisal kitab al-Qanun tentang kedokteran karya Ibnu Sina, al-Kawakib al-Tsabitah tentang astronomi karya Abdul Rahman al-Shufi, hingga kitab Surah al-Ardh tentang geografi karya al-Khawarizmi lahir dari rahim Baitul Hikmah.
Karena mampu menerjemahkan literatur asing ke dalam bahasa Arab, hal itu juga membuat Baitul Hikmah sebagai medium yang menyambungkan berbagai pemikiran terbuka. Tak heran pada masa ini dengan hadirnya Baitul Hikmah, Kota Baghdad dikenal dengan sebutan The Golden Age of Islam atau masa keemasan peradaban Islam.
Khalifah al-Ma’mun juga sangat berpikiran terbuka dan mengkaji lebih jauh tentang dunia. Tak heran banyak pelajar dan juga kalangan non-akademisi yang hendak belajar ke Baitul Hikmah. Baik dari Cina, Yunani, India, hingga Persia.
Cahaya ilmu dari Baitul Hikmah menjelma menjadi kebutuhan bagi dunia yang saat itu dirundung masa kegelapan pengetahuan. Dari karya-karya terkemuka imuwan Islam Baitul Hikmah, kontribusi terhadap ilmu pengetahuan modern yang ada saat ini masih terasa.
Ilmuwan-ilmuwan barat modern kerap mengaku terinspirasi dari karya-karya ilmuwan Muslim Baitul Hikmah. Bahkan penemuan-penemuan sains yang ada saat ini tak lepas dari buah pikir brilian ilmuwan Baitul Hikmah.
Namun begitu, kejayaan Baitul Hikmah memang hanya bertahan hingga lima abad saja. Terhitung pada 1257, bangsa Mongol dalam pimpinan Hulagu Khan menyerbu dan memporak-porandakkan Baghdad. Dalam penyerbuan ini, khalifat terakhir Dinasti Abbasiyah, al-Musta’shim Billah tewas di tangan bangsa Mongol.