Senin 25 Nov 2019 02:40 WIB

Industri Plastik Keluhkan Minimnya Sosialisasi Aturan

Pengusaha plastik menilai Permendag tidak disosialisasikan.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Muhammad Hafil
Poster kampanye pengurangan penggunaan kantong plastik dipajang di salah satu ritel modern di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (19/11/2019).
Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Poster kampanye pengurangan penggunaan kantong plastik dipajang di salah satu ritel modern di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (19/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Asosiasi Ekspor Impor Plastik Industri Indonesia (Aexipindo) menyarankan pemerintah menunda atau merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 84 Tahun 2019. Permendag yang mengatur tentang Ketentuan Impor Limbah Non-Bahan Berbahaya dan Beracun Sebagai Bahan Baku Industri berlaku sejak 23 November 2019.

Ketua Umum Aexipindo Ahmad Ma'ruf Maulana menilai, permendag yang ditandatangani eks menteri perdagangan Enggartiasto Lukita tidak disosialisasikan secara masif kepada para pelaku usaha.  Tidak sedikit pengusaha yang terkejut karena baru mengetahui adanya regulasi baru tersebut.

Baca Juga

Dia menambahkan, banyak pelaku usaha yang keberatan dengan isi peraturan karena dinilai dapat mengganggu pasokan bahan baku industri. "Oleh karena itu, Aexipindo meminta agar pemberlakuan Permendag Nomor 84 Tahun 2019 ini ditunda atau direvisi terlebih dahulu. Tentunya juga dengan sosialisasi yang menyeluruh sambil memberi waktu kepada pelaku usaha industri," kata Ahmad, di Jakarta, akhir pekan ini.

Ia menjelaskan, impor skrap tahun ini hanya sekitar 200 ribu ton. Sebanyak 80 persen hasil olahan diekspor.

Menurut Ahmad, ada sejumlah pasal yang perlu dipertimbangkan ulang oleh pemerintah. Salah satu yang ia soroti adalah ketentuan yang dimuat dalam Pasal 3 Ayat 4 yang mengatur bahwa impor limbah non-B3 sebagai bahan baku industri wajib dilakukan pengangkutan secara langsung (direct shipment) sampai di pelabuhan tujuan yang ditetapkan. Metode seperti ini hanya diterapkan di negara-negara tertentu seperti Cina, Jepang dan Australia. Sedangkan sebagian besar negara-negara Eropa menerapkan kebijakan transhipment.

Dia menilai, jika metode pengangkutan langsung diberlakukan di Indonesia akan menjadi hambatan serius bagi pertumbuhan industri dalam negeri. "Ini akan mendorong tsunami industri plastik yang ada di Batam. Karena di sana selama ini semuanya harus transhipment dulu di Singapura. Kalau itu terjadi maka industri-industri plastik akan mengalami tutup total, tidak bisa masuk bahan baku," kata dia.

Ahmad berharap Kemendag di bawah pimpinan Menteri Perdagangan dapat lebih proaktif dan membina pelaku industri terutama yang berorientasi ekspor. "Kemendag punya kepentingan bagaimana industri dalam negeri dapat tumbuh," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement