REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- NGO (Non Government Organization) asal Prancis, The French Terror Victims Association (AFVT), menyatakan penelitian terbaru menemukan aksi terorisme kelompok sayap kanan telah meningkat hingga 320 persen dalam lima tahun terakhir. Hampir 80 persen korbannya adalah Muslim.
Ketua AFVT, Guillaume Denoix de Saint-Marc, mengatakan meski pelaku teror kerap ditampilkan media massa adalah Muslim tetapi studi terbaru menunjukkan Muslim juga adalah korban terbanyak akibat aksi teror dari kelompok sayap kanan.
"Muslim adalah pihak pertama yang menderita akibat serangan teror. Penting untuk mengingat ini di Eropa karena diasumsikan bahwa mereka yang melakukan serangan teror adalah Muslim dan korbannya adalah non-Muslim. Ini tidak benar," kata Saint-Marcdikutip trtworld.com, Kamis (21/11).
Laporan terbaru tentang korban aksi teror itu berasal dari kajian Institute for Economics & Peace, sebuah lembaga think tank yang bermarkas di Sydney, Australia. Laporan berjudul Global Terorism Index 2019 itu mencatat aksi teror yang dilancarkan kelompok sayap kanan meningkat 320 persen dalam lima tahun terakhir.
Meski demikian, laporan itu tidak menyebutkan bahwa korban aksi oleh terorisme kelompok sayap kanan 80 persennya adalah Muslim. Pada Maret 2019, tulis trtworld.com, 51 orang terbunuh di Selandia Baru oleh seorang teroris sayap kanan. Pistol penyerang dihiasi dengan pesan rasis dan supremasi kulit putih.
Sedangkan untuk semua jenis terorisme selama 2018, tulis laporan tersebut, terdapat 15.952 jiwa melayang. Adapun jumlah korban tertinggi terjadi pada 2014 sebanyak 33.555 jiwa. Meski angkanya menurun, namun terorisme masih jelas ada dalam kehidupan masyarakat.
Pada 2018, korban terbanyak terdapat di Afghanistan dengan 7.379 orang tewas. Lalu disusul Nigeria sebanyak 2.040 orang dan Irag sebanyak 1.054 orang.
Lalu di Somalia sebanyak 646 jiwa dan di Suriah sebanyak 662 jiwa. Sementara sisanya sebanyak 4.171 tersebar di seluruh dunia. "Antara 2002 dan 2018, jumlah korban jiwa akibat aksi terorisme di Timur Tengah, Asia Selatan dan Sub-Sahara Afrika tercatat 93 persen dari total seluruh korban," tulis laporan itu.