REPUBLIKA.CO.ID, oleh Lilis Sri Handayani
Menjadi seorang guru adalah pilihan hidup Jamaludin (36). Sejak 13 tahun lalu, dia mengabdikan dirinya untuk mengajar sekaligus mendidik para siswanya. Tak besar upah yang diterimanya. Hanya Rp 246 ribu per bulan. Maklum, statusnya adalah guru honorer.
Namun, Jamaludin tetap menjalani profesinya dengan sepenuh hati. Setiap hari dia mengajar dan mendidik para siswanya dengan penuh cinta dan tanggung jawab.
Jamaludin pun tak pernah mempedulikan besaran nominal upah yang diterimanya. Baginya, upah sesungguhnya adalah saat berhasil mengantarkan para anak didiknya menjadi orang yang sukses dalam hidup. Itu juga yang menjadi kebanggaannya sebagai seorang guru.
''Saya sudah merasa bahagia saat ilmu saya bisa terpakai oleh anak-anak. Omongan saya bisa diterapkan ke masyarakat walaupun sedikit,'' ujar pria yang kini mengajar di SMK NU Krangkeng, Kabupaten Indramayu itu, Senin (25/11).
Meski demikian, Jamaludin menyadari, upah yang diterimanya tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Karena itu, dia memilih untuk berwirausaha sembari tetap melaksanakan kewajibannya sebagai guru.
Usaha yang dipilih Jamaludin adalah servis komputer. Usaha itulah yang menopang kehidupan ekonomi keluarganya hingga saat ini.
Selain itu, sejak 2015, Jamaludin juga memilih menjadi pengepul garam. Pasalnya, daerahnya merupakan salah satu sentra garam di Kabupaten Indramayu. Dari usaha itu, dia bisa meraup penghasilan sekitar Rp 4 juta - Rp 5 juta per bulan.
Tak berhenti sampai di situ, Jamaludin juga berjualan telur ayam. Usaha itupun bisa menambah penghasilannya.
''Jadi saya tidak mengandalkan uang dari sekolah. Saya usaha apa saja,'' tukas Jamaludin.
Namun, Jamaludin tak sendirian menikmati semua penghasilannya itu. Jika ada muridnya yang membutuhkan bantuan, dia tak ragu untuk membantu.
Selama ini, Jamaludin memiliki beberapa anak asuh. Mereka berasal dari keluarga yang tak utuh. Akibat minimnya perhatian dari orang tua, anak-anak itu tak memiliki semangat untuk sekolah.
Melihat hal tersebut, Jamaludin tak tinggal diam. Dia dekati dan rangkul anak-anak itu. Dia berikan motivasi dan dorongan hingga mereka bisa bangkit dan semangat lagi untuk sekolah.
Tak hanya itu, Jamaludin juga membantu anak-anak tersebut secara ekonomi. Mereka tak perlu khawatir kekurangan makan maupun jajan.
Sikap Jamaludin pun berbuah manis. Anak-anak itu sebagian besar menjadi orang yang berhasil.
''Suatu hari saya pernah berdiri di pinggir jalan menunggu angkutan umum. Tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti dan orang yang di dalamnya turun. Dia kemudian merangkul saya sambil menangis,'' tutur Jamaludin.
Tak disangka, ternyata pria bermobil itu adalah salah satu anak didik yang dulu pernah diasuhnya. Anak didiknya itu menyampaikan rasa terima kasih karena gurunya telah mengantarkannya menjadi orang sukses.
Jamaludin menyadari, totalitasnya sebagai guru tak akan bisa terwujud jika dia hanya mengandalkan penghasilan hanya dari upah honorer. Karena itu, sejak awal dia sudah bertekad untuk berwirausaha sembari mengajar.
''Saya pun berpesan ke anak-anak (murid), jangan jadi guru dulu kalau belum kaya. Karena kalau kaya, dia pasti akan memikirkan murid-muridnya,'' kata Jamaludin.
Jamaludin pun mengaku prihatin dengan teman-teman seprofesinya yang setiap hari hanya mengajar saja. Padahal, tidak ada penghargaan yang layak dari pemerintah.
Untuk itu, Jamaludin pun berpesan agar para guru honorer harus bisa berwirausaha. Dengan wirausaha itu, mereka bisa memperoleh penghasilan lebih.
Menurut Jamaludin, dengan penghasilan yang cukup, maka akan bisa melahirkan keikhlasan dalam mengajar. Jika ikhlas sudah tertanam dalam amal, maka keberkahan hidup akan datang.
Opsi Bagi Guru Honorer