Selasa 26 Nov 2019 14:07 WIB

Pertamina Siap Hadapi Perubahan Konsumsi Energi

Pertamina menegaskan telah mulai melakukan transisi bisnis.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
Menteri ESDM Arifin Tasrif (tengah) bersama Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati (ketiga kiri) dan Komisaris Utama Basuki Tjahaja Purnama (ketiga kanan) serta jajaran direksi dan komisaris lainnya bersiap melakukan foto bersama saat pembukaan Pertamina Energy Forum 2019 di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Menteri ESDM Arifin Tasrif (tengah) bersama Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati (ketiga kiri) dan Komisaris Utama Basuki Tjahaja Purnama (ketiga kanan) serta jajaran direksi dan komisaris lainnya bersiap melakukan foto bersama saat pembukaan Pertamina Energy Forum 2019 di Jakarta, Selasa (26/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) menegaskan telah memulai melakukan transisi bisnis dengan tidak menjadikan fossil fuel sebagai bisnis utama perusahaan, namun beralih ke petrokimia dan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan Pertamina saat ini sudah mulai melakukan transisi dengan membangun fondasi bisnis untuk bisnis petrokimia maupun EBT. Namun demikian untuk menggenjot transisi tersebut juga harus memperhatikan permintaan masyarakat.

Baca Juga

“Kami kan harus menyesuaikan dengan demand, tapi sebagai entitas bisnis bisa diandalkan. Kapan transisi? Kami harus siap sesuai dengan demand,” kata Nicke disela Pertamina Energy Forum yang digelar di Jakarta, Selasa (26/11).

Salah satu yang diantisipasi oleh Pertamina adalah penggunaan kendaraan listrik yang terus berkembang belakangan ini. “Coba pelajari juga bagaimana negara lain, seberapa cepat fossil fuel ke Electricity Vehicle (EV), jadi kita tahu Pertamina akan melakukan shifting itu, sesuai dengan demand,” kata Nicke.

Meski demikian inisiatif transisi bisnis tetap dilakukan melalui kerja sama dengam PT Bukit Asam sejak tahun lalu untuk pengembangan gasifikasi batu bara untuk menjadi DME pengganti elpiji. “Pertamina bersama bukit asam mulai pengembangan coal gasification, yang diproses menjadi DME untuk menjadi subtitusi elpiji, di mana sampai hari ini Indonesia masih tergantung dari impor elpiji sebanyak 70 persen,” kata Nicke.

Inisiatif berikutnya adalah dengan pengembangan biorefinery yang memproses kelapa sawit untuk menjadi bahan bakar nabati. Ke depan Pertamina ditargetkan bisa memproduksi bahan bakar yang 100 persen terbuat dari kelapa sawit. Untuk menuju B100 persiapannya dilakukan secara bertahap pada tahun depan campuran biodiesel akan ditingkatkan menjadi 30 persen.

“Pertamina telah siap implementasi B30, sudah dimulai pada 21 November lalu dan ini tentu memberikan kontribusi cukup besar dalam penurunan impor maupun peningkatan pendapatan bagi negara baik itu pajak maupun bukan pajak,” jelas Nicke.

Tidak hanya biodiesel yang berbahan kelapa sawit. Pertamina kata Nicke juga sudah memulai pengembangan baham bakar nabati lainnya seperti jagung dan gandum. “Ada banyak gandum di indonesia timur maka kita bangun (fasilitas pengolahan) bioetanol di sana. Banyak tebu di Jatim, maka harus bangun bioetanol di sana,” tukasnya.

Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan bahwa EBT adalah sebuah keharusan yang harus dikembangkan. Pemerintah kata dia siap memberikan berbagai dukungan untuk mendorongnya. Beberapa inisiatif dari pemerintah kata dia sudah berjalan misalnya kebijakan mandatori biodiesel, serta mendorong penggunaan CPO untuk pembangkit listrik. Pertamina menurut Tasrif bisa jadi motor perubahan pemanfaatan energi di Indonesia.

“Saya harap Pertamina bisa mencapai target yang dicanangkan oleh pemerintah,” kata Arifin.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement