REPUBLIKA.CO.ID, SAWAHLUNTO - Wakil Walikota Sawahlunto Zohirin Sayuti mengatakan angka stunting (anak-anak kekurangan gizi kronis) di Kota Sawahlunto berada di level 18,5 persen. Berdasarkan catatan tahun 2018, Sawahlunto menangani 570 kasus stuting.
Walau angka stunting di kotanya berada di bawah angka provinsi yakni 36,5 persen, Zohirin merasa pihaknya perlu untuk mengatasi persoalan ini agar angka stunting di Kota Tambang tersebut semakin kecil.
Zohirin mengimbau instansi terkait terutama Dinas Kesehatan dari berbagai tingkatan sampai ke desa dan kelurahan agar gencar memperhatikan kesehatan dan gizi ibu hamil dan Balita. Salah satunya ialah dengan cara 'jemput bola' ke rumah warga yang terdapat ibu hamil dan balita yang belum punya kesadaran mendatangi Posyandu.
"Ibu hamil dan Balita yang tidak datang ke Posyandu harus dikunjungi, jangan bosan mensosialisasikan kesadaran gizi, dan terus pantau pemenuhan gizi ibu hamil dan balita" kata Zohirin, Selasa (26/11).
Zohirin menjelaskan ada sejumlah faktor yang menyebabkan kekurangan gizi kronis pada bayi dan balita. Dimulai dari sejak anak di dalam kandungan sampai usia 2 tahun. 70 persen, stunting disebabkan linkungan yang kotor dan tidak sehat sehingga anak mengidap cacingan atau TBC. Sehingga penyerapan tubuhnya terhadap gizi tidak baik.
"Meski jauh di bawah rata-rata Provinsi, namun jumlah kasus balita stunting Sawahlunto masih besar. Ini adalah masalah yang harus disikapi dengan serius," ujar Zohirin.
Wakil Wali Kota Sawahlunto menilai kasus anak kekurangan gizi harus menjadi perioritas untuk ditangani. Sebab anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Menurut Zohirin, pemerintah bertanggung jawab menjamin kualitas SDM yang akan melanjutkan pembangunan Sawahlunto puluhan tahun ke depan dengan menyiapkan anak-anak yang sehat dan cerdas sejak kecil.
Zohirin meyakini bila anak-anak kekurangan gizi, tubuhnya pendek, fisik lemah dan rentan mengidap penyakit, akan kesulitan dalam menyerap materi ilmu pengetahuan di sekolah.