REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, implementasi program biodiesel B30 dapat menyerap minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) sebanyak 10 juta kiloliter sepanjang tahun. Dampaknya, terjadi penghematan devisa dari impor migas hingga 8 juta dolar AS atau sekitar Rp 112 triliun.
Dengan penghematan yang besar itu, Airlangga mengatakan, program B30 menjadi jurus andalan pemerintah dalam menekan defisit neraca perdagangan migas pada tahun depan. "Ini salah satu program quick win kami," tuturnya dalam acara CEO Forum di Jakarta, Kamis (28/11).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca dagang migas per Oktober 2019 mengalami defisit sampai 829 juta dolar AS. Selama periode Januari hingga Oktober 2019, besaran defisitnya sudah mencapai 7,2 miliar dolar AS.
Airlangga mengatakan, saat ini, pemerintah bahkan sudah menyiapkan peta jalan implementasi B50, B70 hingga B100. Ia menargetkan, program ini dapat diberlakukan secara bertahap. "Dalam dua tahun, kita harapkan dapat selesai (roadmap)," ujar mantan menteri perindustrian itu.
Selain itu, Airlangga menambahkan, pemerintah juga menyiapkan peta jalan green avtur atau pemanfaatan CPO menjadi bahan bakar pesawat. Ia memproyeksikan, selama satu tahun, program ini dapat menghemat devisa hingga dua miliar dolar AS.
Tidak hanya mengurangi neraca dagang, Airlangga menjelaskan, berbagai program yang disiapkan ini juga membantu mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap ekspor migas. Diharapkan, proses hilirisasi di tingkat domestik dapat berlangsung secara maksimal.
Program quick win yang juga disebutkan Airlangga adalah omnibus law untuk cipta lapangan kerja. Regulasi ini diharapkan dapat mendorong ekosistem investasi sekaligus memberikan kemudahan dan perlindungan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Sebelumnya, Airlangga sempat menjelaskan, ada 15 usulan Program Prioritas (Quick Wins) yang diharapkan tuntas dalam enam bulan ke depan. Periode tersebut akan menentukan kondisi ekonomi Indonesia. "Tantangan kita adalah apakah kita bisa menangani persoalan-persoalan yang timbul di tengah perekonomian yang slow down," katanya dalam rilis yang diterima Republika, beberapa waktu lalu.
Adapun program prioritas tersebut antara lain program Implementasi Mandatori B30, Perbaikan Ekosistem Ketenagakerjaan, Jaminan Produk Halal (JPH), Penelitian dan Pengembangan Industri Farmasi, dan Penguatan Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
Ada pula mengenai perbaikan Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR), Penerapan Kartu Pra Kerja, Pengembangan Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK), Gasifikasi Batubara, Pengembangan Hortikultura Berorientasi Ekspor, Kemitraan Pertanian Berbasis Teknologi, Percepatan Elektronifikasi Keuangan Daerah, Green Refinery,, dan Omnibus Law Cipta Kerja.