Jumat 29 Nov 2019 05:59 WIB

Pidato Paus yang Kontroversial dan Surat Cinta 138 Ulama

Pidato Paus Benekditus XVI pernah melukai umat Islam.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Lapangan St Peter di Vatikan.
Foto: AP/Riccardo De Luca
Lapangan St Peter di Vatikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Kardinal Joseph Ratzinger yang dikemudian dikenal sebagai Paus Benediktus XVI pernah menyampaikan pidato kontroversial di Universitas Regensburg pada 12 September 2006. Pidato itupun mendapatkan kritis luas dari dunia Islam.

Dalam pidatonya, Paus Benediktus mengutip ucapan dari Manuel II Paleologus, Kaisar Bysantium yang pada 1391 berdialog dengan seorang cendikiawan Persia tentang konsep Injil dan Alquran. Dalam dialog itu, Islam digambarkan sebagai agama kekerasan dan irasional.

Baca Juga

Merespons hal itu, penasihat khusus Raja Yordania Abdullah II, Pengeran Prof Ghazi bin Muhammad bin Talal, kemudian mengumpulkan 38 cendikiawan Muslim dan mengirimkan surat terbuka kepada Paus Benediktus untuk mendapatkan klarifikasi atas pidato tersebut.

Surat terbuka tersebut sempat ditanggapi dingin oleh Vatikan, sehingga menimbulkan kekecawaan dari umat Islam. Namun, tiba-tiba pada November 2006, Paus Benediktus XVI melakukan kunjungan ke Masjid Biru di Istanbul, Turki.

Penulis buku “Dunia Barat dan Islam, Cahaya di Cakrawala”, Sudibyo Markus, mengatakan kunjungan paus tersebut dapat diduga bertujuan untuk melupakan permusuhan gereja dengan umat Islam di masa lalu. Selain itu, juga untuk mendinginkan kekecewaan umat Islam akibat pidatonya yang kontroversial dua bulan sebelumnya.

Namun, umat umat masih kecewa dengan tanggapan Vatikan yang dinilai dingin dalam menghadapi polemik senesitif tersebut. Akhirnya, Pangeran Ghazi kembali mengumpulkan cendikiawan Muslim dunia yang lebih besar untuk menulis surat terbuka yang baru.

Bertepatan pada Hari Raya Idul Fitri 1428 Hijriyah, tepatnya pada 13 Oktober 2007 akhirnya sejumlah 138 cendekiawan Muslim dan ulama dari sejumlah negara mengirimkan surat terbuka baru kepada Paus Benediktus XVI dan seluruh pimpinan Gereja dunia, berjudul “A Common Word Between Us and You.

Sudibyo menyebut surat terbuka tersebut sebagai kalimatun sawa, yang dapat diartikan sebagai titik temu. Menurut Sudibyo, pengirim surat tersebut merupakan momentum bersejarah dalam konteks membangun hubungan persaudaraan dan perdamaian antarumat beragama, setelah berabad-abad terlibat dalam permusuhan dan pertikaian berdarah. Karena itu, dalam bukunya ini Sudibyo mengupas cukup detail tentang surat terbuka tersebut.

“Surat terbuka  common word berisi ajakan untuk kembali ke kalimat yang sama atau kalimatun sawa yang berintikan cinta pada Tuhan dan cinta pada sesama,” ujar Sudibyo.

Penulis Muhammadiyah ini mengatakan, jika surat Nabi Muhammad yang dikirimkan kepada para pemimpin agama dan penguasa di era kenabian berisi ajakan untuk memeluk Islam dan kembali ke jarah tauhid, maka surat yag digagas pangeran Ghazi tersebut dilandasi semangat untuk mewujudkan perdamaian antara umat Islam dan Kristen.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement