REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Provinsi Riau, menerbitkan 420 sertifikasi halal. Ratusan sertfikat halal ini untuk produk usaha yang dikelola UMKM, UKM, dan perusahan pada periode Januari-Oktober 2019.
"Untuk 2019 terjadi peningkatan sebanyak 136 sertifikat dibandingkan tahun 2018 yang hanya sebanyak 284 sertifikat, akibat kesadaran pengusaha olahan pangan di Riau tentang pentingnya mengurus sertifikat halal bagi produk industri rumah tangga sudah cukup tinggi,’’ kata Direktur LPPOM MUI Riau, Dr Sofia Anita di Pekanbaru, Senin (2/12).
Menurut dia, peningkatan jumlah pengurusan sertifkat halal ini disebabkan oleh Dinas Koperasi dan Disperindag di daerah itu gencar menyosialisasikan pentingnya pengurusan sertifikat halal bagi UMKM apalagi pada 17 Oktober 2019 sudah menjadi mandatori.
Menjadi mandatori, artinya pelaku usaha makanan dan minuman, katering, obat-obatan, dan lainnya yang mengedarkan produknya di Indonesia wajib bersertifikat halal yang diatur dalam Pasal 4 UU No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal.
"Sertifikat halal yang di terbitkan LPPOM MUI merupakan sertifikat yang telah diakui Majelis Ulama Indonesia (MUI),’’ katanya.
Sementara itu penerbitan sertifikat halal oleh LPPOM MUI dilakukan dengan proses yang cukup panjang, bahkan bisa mencapai hingga sebulan karena akan diperiksa secara langsung oleh auditor, mulai dari asal usul bahan baku, produk hingga proses pengolahan produk.
Untuk itu, Sofia mengimbau masyarakat untuk tidak menerima atau mudah percaya dengan auditor yang datang tanpa surat tugas karena saat ini beredar juga banyak calo yang akan memungut biaya cukup besar untuk proses sertifikat halal.
"Untuk mendapatkan sertifkat halal, pelaku usaha harus terlebih dahulu mengisi formulir pendaftaran. Setelah mendaftarkan produk, mereka akan diminta kesediaannya untuk dilakukan audit. Proses audit nantinya akan dilakukan oleh dua orang auditor yang dilengkapi dengan surat tugas dan auditor tanpa surat tugas patut dicurigai oleh pelaku usaha,’’ katanya.
Selanjutnya auditor nantinya akan turun ke lapangan untuk memeriksa secara saksama dan menyeluruh terhadap produk. Mulai dari bahan baku, pembuatan, penyimpanan, hingga pengemasan produk. Setelah diperiksa akan dianalisis hingga dirapatkan di komisi fatwa MUI untuk menentukan layak atau tidak produk tersebut mendapatkan sertifikat halal.
Sertifikat halal ini nantinya akan berlaku selama dua tahun dan biaya pengurusannya beragam, mulai dari Rp1 juta hingga Rp4,5 juta sesuai produk dan kerumitan proses pemeriksaannya.
"Sertifikat halal diperlukan karena pada akhirnya akan menguntungkan para pelaku usaha, meningkatkan kepercayaan konsumen untuk mengonsumsi produk yang dijual dan juga akan menambah nilai jual produk yang dipasarkan," katanya.