Selasa 03 Dec 2019 22:52 WIB

Kehadiran Masjid di Jepang dan Dinamika Masalah di Baliknya

Kehadiran masjid di Jepang juga memicu dinamika masalah tersendiri.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Masjid Otsuka di Jepang
Foto: Japanoriental
Masjid Otsuka di Jepang

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO –  Jumlah masjid di Jepang terus meningkat. Berdasarkan penelitian seorang profesor teori sosial Asia dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Manusia Universitas Waseda, Hirofumi Tanada, pada 2018 terdapat 105 masjid di 36 prefektur di Jepang. Jumlah itu melonjak dari 2014 yang sebanyak 80 masjid.  

Kendati demikian, kehadiran masjid-masjid tersebut bukan tanpa masalah, saat pelaksanan shalat Jumat dan hari-hari besar, jalan menuju Masjid dipadati orang-orang yang kelua masuk masjid. Banyak mobil yang diparkir di sepanjang jalan terdekat. Tak jarang itu menjadi hal yang sangat sensitif. 

Baca Juga

Kepala Humas Muslim Jepang, Shigeru Shimoyama, mengatakan banyaknya jamaah di jalan hingga membuat kemacetan. Bahkan menurut laporan seorang wanita yang mengendarai sepedanya di wilayah itu berkata "inilah sebabnya saya membenci Islam,"  

"Ada prasangka terhadap Islam, dan untuk diterima oleh masyarakat kami memberikan perhatian khusus pada masalah seputar bagaimana membuang sampah, kebisingan di jalan, parkir mobil dan lainnya," kat Shimoyama.   

Bahkan terkadang menurutnya masjid juga sering mengundang tetangga masjid ke acara kuliner dan acara lainnya. Dengan meningkatnya jumlah masjid di daerah-daerah seluruh Jepang, kerap memicu perselisihan bahkan sebelum didirikan. 

Seperti Masjid Kanazawa di Prefektur Ishikawa yang didirikan mahasiswa yang belajar di Universitas Kanazawa yang sempat berseteru dengan asosiasi lingkungan ketika rencana pembangunan masjid mencuat pada 2012.   

"Tak ada prasangka terhadap agama itu sendiri, tapi saat itu banyak insiden yang melibatkan umat Islam di luar negeri. Jadi beberapa warga berpendapat seperti saya khawatir akan ada masalah dengannya jika masjid dibangun. Saya ingin mereka membangunnya di tempat lain," kata Ketua Asosiasi Lingkungan, Ken Muroi. n.   

Sementara warga lainnya merasa khawatir berdampak pada turunnya nilai properti di daerah itu jika masjid dibangun. Dan dilaporkan satu keluarga bahkan memutuskan pindah tempat tinggal sebagai protes.

Namun setelah setengah tahun berunding, Asosiasi Lingkungan membuat kesepakatan yang meminta masjid menjaga kebisingan seminimal mungkin, melakukan manajemen kebakaran, dan mengontrol jamaah yang masuk malam hari. Sementara pihak masjid pun menyepakati hal itu.   

photo
Masjid Camii Tokyo, Jepang

Selain itu Asosiasi Lingkungan juga meminta agar masjid tak menggunakan eksterior Islam namun menggunakan tampilan rumah standar. Hal itu pun disetujui pihak Masjid. Masjid itu pun selesai dibangun pada 2014. 

Sejak dibangunnya, masjid itu telah mengambil bagian dalam upaya membersihkan lingkungan sekitar terutama saat musim salju. Masjid itu pun kini menjadi bagian dari kehidupan masyarakat wilayah itu.

Seiji Matsui (46 tahun), Wakil Ketua Masyarakat Muslim Ishikawa mengatay bahwa dirinya kerap mendapat pertanyaan tentang masjid dari penduduk setempat. "Sebelum masjid dibangun, orang-orang bahkan bertanya pada saya, apakah ada hubungannya dengan Al Qaida? dengan melibatkan mereka secara langsung dan sabar menjelaskan saya bisa membuat mereka mengerti," katanya.  

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement