REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama mengungkapkan, Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim (MT) tak hanya terkait pendataan. Tahun depan, Kementerian Agama berencana mengeluarkan modul pembelajaran pengajian Islam yang akan dibagikan ke majelis-majelis taklim.
Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Tarmizi Tohir mengatakan, selama ini para ibu anggota majelis taklim tidak memiliki modul pengajian. Untuk itu, modul ini dibuat agar anggota majelis taklim mendapatkan ilmu tentang Islam.
"Tahun depan majelis taklim ada modul, kan ada pengajian sepekan sekali, sebulan sekali. Selama ini kan nggak ada modulnya sehingga mengaji pulang ke rumah nggak dapat ilmu, ini kan perlu ada pedomannya," kata Tarmizi di Jakarta, Selasa (3/12).
Termizi mengatakan, nantinya anggota majelis taklim akan pulang mendapatkan ilmu seusai mengikuti pengajian. Modul yang akan disiapkan nantinya seputar fikih, akhlak, sejarah Islam, berkaitan dengan modernisasi agama, dan lainnya.
"Insya Allah, tahun depan kita cetak. Gunakan modul ini, misalnya membahas fikih, mulai dari bab taharah sampai bersuci segalanya, sampai shalat. Kalau pengajian Isra Mi'raj, itu silakan sajalah, mau ketawa melawak. Tapi, pengajian rutin ini betul-betul pulang mendapatkan ilmu," ucap Tarmizi menekankan.
Siapa yang menyusun modul ini? Tarmizi mengatakan, modul majelis taklim ini lahir dari sejumlah ketua majelis taklim yang sudah berkumpul dan berdiskusi. Selain itu, modul ini juga diisi oleh praktisi dan dosen. "Ini yang merumuskan ketua majelis taklim. Mereka yang merumuskan, kita fasilitas saja. Kita yang mencetak, kita kasih mereka sehingga pengajian rutin jelas," kata dia.
Menurut Tarmizi, selama puluhan tahun majelis taklim belum ada pengaturan hukum yang mengaturnya sehingga keluar peraturan untuk memperkuat majelis taklim. Peraturan ini juga lahir atas dasar pertemuan dari Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) dan organisasi lainnya.
PMA Majelis Taklim yang terdiri atas enam bab dengan 22 pasal diteken Menteri Agama Fachrul Razi pada 13 November lalu. Regulasi ini, antara lain, mengatur tugas dan tujuan mejelis taklim, pendaftaran, penyelenggaraan yang mencangkup pengurus, ustaz, jamaah, tempat, dan materi ajar.
Regulasi ini juga mengatur masalah pembinaan dan pendanaan. Pasal 20 mengatur pendanaan penyelenggaraan majelis taklim dapat bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah, serta sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam PMA 29/2019 memang diatur soal materi-materi yang diajarkan dalam majelis taklim. Perihal itu dicantumkan dalam Pasal 16 beleid tersebut. Di antara ketentuannya, materi ajar majelis taklim bersumber dari Alquran dan hadis. Selain itu, materi ajar juga bisa berasal dari kitab karya ulama. Materi majelis taklim meliputi akidah, syariah, dan akhlak.
Ustaz dan ustazah yang mengisi materi juga diimbau menggunakan kitab atau buku pegangan. Selain buku dan kitab itu, dalam pasal 16 ayat (5) juga dapat menggunakan diktat, modul, atau buku pedoman.
Selain pada pasal itu, rambu-rambu materi majelis taklim juga diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 PMA 29/2019. Pada Pasal 3, di antara tugas majelis taklim adalah sarana pendidikan Islam bagi masyarakat, penguatan silaturahim, konsultasi keagamaan, pemberdayaan ekonomi umat, dan pencerahan umat serta kontrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sementara, pada Pasal 4 disebutkan bahwa tujuan majelis taklim, di antaranya membentuk manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia; memperdalam pengetahuan keagamaan masyarakat; serta mewujudkan kehidupan beragama yang toleran dan humanis dan memperkokoh nasionalisme, kesatuan, juga ketahanan bangsa.
Tidak sanksi
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi menyampaikan, pemerintah tak akan memberikan sanksi terhadap majelis taklim yang tak melakukan registrasi sesuai PMA 29/2019. Dalam aturan itu disebutkan bahwa majelis taklim harus terdaftar pada kantor Kemenag setempat.
Zainut Tauhid menekankan, aturan tersebut tak berarti mewajibkan majelis taklim untuk mendaftar. "Tidak wajib, makanya di situ bunyinya harus. Pilihannya mengapa diksinya 'harus' bukan 'wajib', karena tidak punya sanksi. Tidak ada sanksi apa-apa. Jadi, jangan terlalu berlebihan," kata Zainut di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (2/12).
Meskipun aturan ini menimbulkan kontroversi di masyarakat, menurut dia tak ada yang salah dengan PMA tentang Majelis Taklim. Ia menjelaskan, aturan ini diterbitkan untuk memberikan pelayanan, pembinaan, dan juga perlindungan. "PMA itu dalam rangka untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kemudian, memberikan pembinaan dan perlindungan. Substansi kan di situ," ujar dia menjelaskan.
Zainut mengatakan, selama ini Kementerian Agama memiliki 45 ribu penyuluh agama yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka bertugas melakukan pembinaan agama di berbagai daerah. Dengan aturan ini, langkah pembinaan itu pun ditingkatkan.
Majelis taklim yang ada pun dimintanya untuk melakukan registrasi agar memudahkan koordinasi dan pembinaan. Selain itu, registrasi juga disebutnya agar Kementerian Agama memiliki database majelis taklim sehingga dapat mempermudah memberikan bantuan anggaran.
"Jadi, PMA itu hanya untuk registrasi, karena apa? Untuk memudahkan kami koordinasi. Yang kedua, untuk koordinasi dan silaturahim kalau ada pembinaan-pembinaan," ucapnya.
Lebih lanjut, ia juga mengaku siap jika dipanggil oleh Komisi VIII untuk menjelaskan terkait aturan ini. "Belum, belum. Ya, kami menuju saja kalau ada rapat kerja dengan Kementerian Agama, Komisi VIII ya kami akan ikuti," kata Zainut. n rossi handayani/dessy suciati saputri, ed: fitriyan zamzam