REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mengingatkan kembali janji Presiden Joko Widodo untuk pengungkapan kasus serangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Pada awal November, Presiden Jokowi menjanjikan kasus Novel harus sudah terungkap pada Desember 2019.
Koordinator Koalisi Shaleh Alghifari menerangkan, ada tiga tuntutan terkait janji Presiden tersebut. Selain meminta pertanggungjawaban, koalisi juga meminta Kapolri Jenderal Idham Aziz dicopot jika dinilai gagal menjalankan perintah Presiden tersebut.
“Presiden Joko Widodo harus mencopot Kapolri Idham Aziz apabila tidak mampu menemukan pelaku lapangan, aktor intelektual, dan motif penyerangan,” kata Shaleh, Selasa (3/12).
Tuntutan terakhir, koalisi meminta Presiden Jokowi membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen. Menurut dia, tim independen itu diperlukan untuk mengungkap kasusnya secara utuh. "Siapa pelaku, siapa aktor, dan apa motif sesungguhnya dari penyerangan terhadap Novel Baswedan,” sambung Shaleh.
Pada 1 November 2019, Presiden Jokowi mengungkapkan prioritas pengungkapan kasus Novel Baswedan. Hal itu ditegaskan sebagai perintah kepada Idham Aziz yang saat itu dilantik menjadi kapolri. Jokowi meminta Idham mengungkap pelaku, aktor, serta motif penyerangan Novel. “Saya perintahkan kepada Kapolri yang baru, saya beri waktu sampai awal Desember,” kata Jokowi di Istana Negara.
Perintah kepada kapolri tersebut bukan yang pertama kali disampaikan Jokowi. Pada Juli 2019, Presiden Jokowi memerintahkan kapolri saat itu, Tito Karnavian, mengungkap pelaku dan dalang penyerangan Novel dalam waktu tiga bulan. Namun, kasus Novel belum jelas hingga kini.
Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupis Kurnia Ramadhana menerangkan, sejak kasus penyiraman air keras terhadap Novel pada 11 April 2017, ia mencatat sedikitnya sudah 15 kali Presiden Jokowi menyatakan keinginan mengungkap kasus tersebut. Namun, ungkapan Jokowi tersebut belum terealisasi hingga saat ini.
Perintah kepada dua kapolri berturut-turut, Tito dan Idham, pun tak ada kemajuan. “Presiden Jokowi menutup mata dengan hasil kerja kepolisian yang tidak dapat menemukan aktor penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan,” kata Kurnia.
Kegagalan Polri menjalankan perintah Presiden Jokowi pun dinilai tak pernah dievaluasi. Padahal, menurut Kurnia, Polri sudah tiga kali membentuk tim pengungkapan kasus Novel. Semua tim tersebut melibatkan Idham Aziz. Dari Tim Gabungan Polda Metro Jaya, tim pencari fakta yang melibatkan sejumlah pakar dan investigasi sipil, dan terakhir tim teknis sebagai kelanjutan rekomendasi para pakar pada Juli 2019.
Semua tim bentukan kepolisian tersebut tak berhasil menemukan satu pun pelaku lapangan penyerangan Novel. Padahal, kata dia, penyelidikan tim Polda Metro Jaya 2017 mengaku sudah memeriksa 68 orang saksi, 38 rekaman CCTV, serta 91 pihak penjual bahan-bahan kimia. Pada 2018, Polda Metro Jaya mengaku sudah memeriksa 74 saksi, 38 rekaman CCTV, dan 114 toko penjual bahan berbahaya. Bahkan, kata dia, kepolisian mengaku melibatkan tim dari kepolisian Australia.
“Siapa pelaku, siapa dalang, apa motif sesungguhnya, sampai hari ini tidak terungkap. Anehnya, Presiden Jokowi tidak pernah mengevaluasi kegagalan kinerja tim Polri ini,” kata Kurnia. n bambang noroyono, ed: ilham tirta