Kamis 05 Dec 2019 04:23 WIB

Dai Dilarang Minta Bayaran dan Mematok Tarif

Dai meminta bayaran dan mematok tarif menyalahi kode etik dakwah MUI.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Dai Dilarang Minta Bayaran dan Mematok Tarif. Foto ilustrasi seorang dai memberikan ceramah agama di masjid.
Foto: Antara
Dai Dilarang Minta Bayaran dan Mematok Tarif. Foto ilustrasi seorang dai memberikan ceramah agama di masjid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ahmad Zubaidi menyampaikan seorang dai tidak diperkenankan meminta bayaran dan mematok tarif. Hal ini diatur dalam kode etik dakwah MUI.

"Dai juga tidak boleh minta tarif. Soal diberi itu lain soal, tapi dalam konteks minta, dalam kode etik kita tidak diperkenankan. Dan mematok tarif juga nggak boleh. Tapi menerima semacam ujroh atau kafalah dari pihak tertentu itu dibolehkan, asal tidak mentarif, tidak meminta. Mungkin lebih tepat itu hadiah saja, dari pihak tertentu atas terima kasih dia telah berdakwah," ujar dia kepada Republika.co.id, Rabu (4/12).

Baca Juga

Selain itu, dai juga harus memberikan materi yang berada dalam koridor ahlussunnah wal jamaah. Dai juga harus menghormati budaya masyarakat setempat. Kalau pun bertentangan, itu harus mengubahnya pelan-pelan, tapi kalau nggak perlu diubah ya nggak perlu diubah," ujarnya.

Seorang dai juga harus menyampaikan dakwah sesuai kemampuannya sehingga tidak boleh memaksakan diri membahas suatu materi yang bukan merupakan kapasitas ilmunya. Zubaidi menjelaskan, berdakwah harus menyesuaikan dengan objeknya.

Di sinilah pentingnya metodologi yang perlu diperhatikan oleh tiap dai. Metode tersebut dapat bervariasi sesuai dengan objek dakwahnya.

"Terutama dakwah di kalangan milenial dan komunitas tertentu, perlu cara-cara yang efektif sebagaimana misalnya dakwah yang dilakukan Gus Miftah. Jadi harus melihat objek dakwahnya, kemudian disesuaikan dengan metodologi yang tepat itu apa, sehingga tidak monoton," ujar dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement